ESDM dan BI masih kaji wajib rupiah



JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Bank Indonesia (BI) tengah membuat detil aturan wajib pemakaian rupiah dalam transaksi perdagangan pertambangan mineral dan batubara di dalam negeri. Sebab, karena produk tambang adalah produk global, selama ini pembayarannya menggunakan dollar.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono mengatakan, pembahasan dengan BI masih belum selesai dan memerlukan finalisasi. "Kami ingin membuat detil aturan, mana yang bisa langsung memakai rupiah, mana yang temporer dan butuh waktu perubahan, serta mana yang tidak perlu memakai rupiah," terangnya Jumat (13/5).

Ia menegaskan, dalam transaksi ekspor, tidak akan diwajibkan memakai mata uang rupiah. Namun, kegiatan penjualan di dalam negeri akan diwajibkan memakai rupiah. "Tapi semuanya belum final," tandas Bambang tanpa merinci target waktu penyelesaian pembahasan ini.


Sekadar mengingatkan, aturan wajib menggunakan mata uang rupiah baik untuk pribadi maupun perusahaan tertuang dalam UU Nomor 7/2011 tentang Mata Uang, dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Republik Indonesia.

Berdasar beleid ini, semua bentuk transaksi di dalam negeri wajib menggunakan rupiah termasuk, penyelesaian kewajiban, serta transaksi keuangan lainnya baik bentuk tunai maupun non tunai. Beleid ini berlaku mulai 1 Juli 2015. Hanya saja, aturan ini tidak berjalan lantaran pengusaha merasa dirugikan.

Menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia Ronald Waas, sebenarnya tidak semua kegiatan perdagangan wajib memakai rupiah. Untuk itu, saat ini BI masih membahas aturan detil, khususnya untuk perdagangan mineral dan batubara. "Kami terima Kementerian ESDM mendukung penggunaan rupiah. Nanti akan kamiĀ  sepakati sama-sama. Mana yang belum dan kenapa belum, karena kan tidak harus semua juga," tandasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Aspemindo), Ladjiman Damanik menyebut, selama ini pengusaha tambang pemilik izin usaha pertambangan (IUP) masih banyak yang menggunakan mata uang dollar saat menjual produknya kepada perusahaan pabrik pemurnian (smelter).

Sebab, harga patokan komoditas mineral masih menggunakan dollar. Namun begitu, pihaknya siap mendukung kewajiban ini asalkan ada peraturan pelaksanaan dan sosialisasi ke pengusaha. "Sebelum berlaku, sebaiknya ada sosialisasi agar pelaku usaha tambang bisa mempersiapkan diri," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini