JAKARTA. Untuk mengurangi potensi tumpang tindih perizinan tambang di daerah, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mulai tahun ini melimpahkan sebagian kewenangannya atawa dekosentrasi kepada pemerintah provinsi. Kewenangan yang akan dimiliki gubernur di sektor pertambangan mineral dan batubara meliputi pengawasan, pembinaan, serta monitoring izin usaha pertambangan (IUP) yang ada di wilayah setempat. Paul Lubis, Direktur Pembinaan Program Kementerian ESDM mengatakan, pemerintah pusat mulai tahun ini tidak lagi melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap IUP yang diterbitkan pemerintah kabupaten/kota. "Sekarang, provinsi akan menjadi wakil pusat di daerah. Mereka akan secara berkala melaporkan hasil pembinaan dan pengawasan ke pusat," kata dia di kantornya, Selasa (8/4). Untuk pelimpahan kewenangan ini, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2/2014 tentang Pelimpahan Sebagian Urusan Pemerintahan di Bidang ESDM kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Dalam Rangka Dekosentrasi Tahun 2014. Dalam beleid tersebut, dana pengawasan dan pembinaan berasal dari APBN 2014, dan alokasinya mencapai Rp 38 miliar untuk 33 provinsi. Adapun jenis kewenangan yang akan dilimpahkan ke gubernur di antaranya, pembinaan dalam penetapan wilayah pertambangan rakyat (WPR) serta penerbitan izin pertambangan rakyat (IPR), pembinaan dalam penetapan dan pemberian wilayah izin usaha pertambangan (WIUP), serta pemantauan perkembangan pembangunan fasilitas pemurnian (smelter). Paul bilang, pada 15 April mendatang, pihaknya akan menggelar konsolidasi bersama seluruh pemerintah kabupaten/kota maupun provinsi terkait pelimpahan kewenangan ini. "Jadi, nantinya gubernur sudah bisa menegur bupati atau walikota, ataupun kepala dinasnya," kata dia. Menurut Paul, pelimpahan kewenangan ini tentunya akan menghilangkan potensi terjadinya tumpang tindih perizinan di daerah. Dia bilang, proses rekonsiliasi clean and clear (CnC) IUP yang masih tumpang tindih diharapkan akan dapat diselesaikan dengan cepat lewat perpanjangan tangan pemerintah pusat. Asal tahu saha, hingga Maret 2014, dari 10.918 perusahaan pemegang izin usaha produksi yang memenuhi persyaratan administrasi dan tidak tumpang tindih perizinan mencapai sebanyak 6.042 perusahaan. Sementara, perusahaam tambang yang masih bermasalah mencapai 4.876 IUP. Syahrir AB, Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA) mengatakan, seharusnya pelimpahan kewenangan pemerintah pusat untuk penataan perizinan dilakukan pada awal terbitnya UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Meski begitu, ia memandang kebijakan dekosentrasi ini tentunya akan berdampak positif dalam penataan perizinan tambang di Tanah Air. Dia menambahkan, sumber daya manusia di daerah yang fasih dalam bidang pertambangan sangat sedikit, sehingga perlu pengawasan yang ekstra dari pemerintah pusat. "Tumpang tindih lahan sudah tidak ada lagi, sebab kewenangan pusat sudah bisa dilakukan oleh provinsi," kata Syahrir.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
ESDM limpahkan pengawasan tambang ke gubernur
JAKARTA. Untuk mengurangi potensi tumpang tindih perizinan tambang di daerah, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mulai tahun ini melimpahkan sebagian kewenangannya atawa dekosentrasi kepada pemerintah provinsi. Kewenangan yang akan dimiliki gubernur di sektor pertambangan mineral dan batubara meliputi pengawasan, pembinaan, serta monitoring izin usaha pertambangan (IUP) yang ada di wilayah setempat. Paul Lubis, Direktur Pembinaan Program Kementerian ESDM mengatakan, pemerintah pusat mulai tahun ini tidak lagi melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap IUP yang diterbitkan pemerintah kabupaten/kota. "Sekarang, provinsi akan menjadi wakil pusat di daerah. Mereka akan secara berkala melaporkan hasil pembinaan dan pengawasan ke pusat," kata dia di kantornya, Selasa (8/4). Untuk pelimpahan kewenangan ini, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2/2014 tentang Pelimpahan Sebagian Urusan Pemerintahan di Bidang ESDM kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Dalam Rangka Dekosentrasi Tahun 2014. Dalam beleid tersebut, dana pengawasan dan pembinaan berasal dari APBN 2014, dan alokasinya mencapai Rp 38 miliar untuk 33 provinsi. Adapun jenis kewenangan yang akan dilimpahkan ke gubernur di antaranya, pembinaan dalam penetapan wilayah pertambangan rakyat (WPR) serta penerbitan izin pertambangan rakyat (IPR), pembinaan dalam penetapan dan pemberian wilayah izin usaha pertambangan (WIUP), serta pemantauan perkembangan pembangunan fasilitas pemurnian (smelter). Paul bilang, pada 15 April mendatang, pihaknya akan menggelar konsolidasi bersama seluruh pemerintah kabupaten/kota maupun provinsi terkait pelimpahan kewenangan ini. "Jadi, nantinya gubernur sudah bisa menegur bupati atau walikota, ataupun kepala dinasnya," kata dia. Menurut Paul, pelimpahan kewenangan ini tentunya akan menghilangkan potensi terjadinya tumpang tindih perizinan di daerah. Dia bilang, proses rekonsiliasi clean and clear (CnC) IUP yang masih tumpang tindih diharapkan akan dapat diselesaikan dengan cepat lewat perpanjangan tangan pemerintah pusat. Asal tahu saha, hingga Maret 2014, dari 10.918 perusahaan pemegang izin usaha produksi yang memenuhi persyaratan administrasi dan tidak tumpang tindih perizinan mencapai sebanyak 6.042 perusahaan. Sementara, perusahaam tambang yang masih bermasalah mencapai 4.876 IUP. Syahrir AB, Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA) mengatakan, seharusnya pelimpahan kewenangan pemerintah pusat untuk penataan perizinan dilakukan pada awal terbitnya UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Meski begitu, ia memandang kebijakan dekosentrasi ini tentunya akan berdampak positif dalam penataan perizinan tambang di Tanah Air. Dia menambahkan, sumber daya manusia di daerah yang fasih dalam bidang pertambangan sangat sedikit, sehingga perlu pengawasan yang ekstra dari pemerintah pusat. "Tumpang tindih lahan sudah tidak ada lagi, sebab kewenangan pusat sudah bisa dilakukan oleh provinsi," kata Syahrir.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News