ESDM memanjangkan birokrasi ekspor atubara



JAKARTA. Mulai 1 September, pengusaha tambang batubara pemegang izin usaha pertambangan (IUP) bakal semakin sulit untuk ekspor batubara. Pasalnya, mereka harus memenuhi berbagai persyaratan agar bisa mengekspor batubara. 

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan memperpanjang rantai  izin ekspor lewat peraturan direktur jenderal (perdirjen) mineral dan batubara soal tata cara pengajuan rekomendasi eksportir terdaftar (ET). Aturan itu rencananya akan terbit pekan ini, dan melengkapi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39/2014 tentang Ketentuan Ekspor Batubara dan Produk Batubara.

Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM menyatakan masih melakukan finalisasi rancangan beleid tersebut. "Sudah masuk kajian hukum, sebentar lagi akan saya tandatangani," ujar dia di kantornya kepada KONTAN, Rabu (6/8).


Sekadar mengingatkan, berdasarkan Permendag No. 39/2014, semua perusahaan batubara yang ingin ekspor, wajib mengantongi ET. Nah, ada empat syarat untuk mendapatkan sertifikat ET.

Pertama, melampirkan dokumen IUP; kedua, operasi produksi yang bersertifikat clean and clear (CnC) sebagai asal produknya; Ketiga, memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP); Ketiga, tanda daftar perusahaan (TDP); Keempat, memiliki surat rekomendasi ET yang dikeluarkan Kementerian ESDM 

Selain IUP, perusahaan pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) juga wajib mengantongi ET sebelum melakukan ekspor.

Nah untuk mendapatkan rekomendasi ET dari Kementerian ESDM, ada syarat yang harus dipenuhi. Pertama, perusahaan harus melampirkan dokumen sertifikat CnC, baik untuk IUP maupun trader batubara alias IUP operasi produksi khusus pengangkutan dan penjualan.

Kedua, dokumen rencana produksi maupun rencana ekspor. "Kami akan mendata ulang perusahaan batubara, mungkin kalau PKP2B agak mudah, yang sulit itu mendata IUP sebab kewenangannya dari daerah," kata Sukhyar.

Ketiga, adanya lampiran dokumen pembayaran pajak. Serta, bukti telah melakukan pelunasan pembayaran royalti atawa penerimaan negara bukan pajak (PNBP). 

Bambang Tjahjono Setiabudi, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM menambahkan, khusus untuk IUP, wajib mendapatkan rekomendasi dari pemerintah daerah tempat mereka beroperasi.

Dia menegaskan, meskipun kebijakan ekspor batubara akan memperpanjang birokrasi, namun akan bermanfaat untuk menertibkan, pendataan batubara nasional. Kementerian ESDM janji akan mempercepat proses rekomendasi ET paling lama lima hari.

Pengusaha kian sulit

Supriatna Sahala, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) pesimistis dan menyebut beledi ini kian menyulitkan pengusaha. Maklum, proses perizinan jadi panjang. Yakni, dari rekomendasi daerah, rekomendasi ET dari Kementerian ESDM, lalu baru mendapat sertifikat ET dari Kementerian Perdagangan.

Ia menyebut, keharusan mendapatkan rekomendasi dari kabupaten/kota membuat ketidakpastian usaha bagi pengusaha tambang di daerah. "Ini rawan, butuh waktu lama, berpotensi ada pungutan tambahan," kata Supriatna.

Kondisi inilah yang diyakini Ekawahyu Kasih, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemasok Batubara dan Energi Indonesia (Aspebindo) bakal menambah ongkos bagi pengusaha. "Kebijakan ini bisa mematikan IUP kecil yang selama ini mengandalkan penjualan kepada trader," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto