KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan telah mempertimbangkan dampak yang mungkin dirasakan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dari rencana revisi Permen PLTS Atap. Seperti diketahui, Kementerian ESDM kini tengah merevisi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem PLTS Atap oleh Konsumen PT PLN (Persero). Salah satu ketentuan ekspor-impor listrik dari 65% menjadi 100% yang bakal termuat dalam regulasi yang baru menuai sorotan beragam kalangan.
Menanggapi hal ini, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya memastikan, proses penyusunan regulasi telah melibatkan semua stakeholder terkait termasuk PLN. "Kementerian ESDM dalam hal ini pemerintah juga menjaga PLN, ada beberapa
trade off dilakukan. Salah satunya
carbon price-nya akan dialokasikan untuk PLN itu salah satu hal yang akan dilakukan," ungkap Chrisnawan dalam Webinar “Curah Pendapat” bertema Roadmap Pengembangan EBT di Indonesia yang digelar Energy and Mining Editor Society (E2S) secara virtual, Kamis (19/8). Chrisnawan mengungkapkan, hal ini sebagai upaya menjaga kondisi PLN terutama adanya potensi kehilangan pendapatan PLN mencapai Rp 5,7 triliun per tahun akibat pengembangan PLTS Atap ini.
Baca Juga: Pengembangan PLTS Atap diharapkan tak bebani APBN dan PLN Selain
trade off di atas, Chrisnawan memastikan ada potensi ladang bisnis baru bagi PLN dalam pengembangan PLTS Atap. Salah satunya dengan terlibat dalam proses instalasi PLTS Atap. Dia mengungkapkan, potensi kerugian lain yang mungkin timbul adalah ketika PLN tidak mampu menjual listrik yang ada. Menurut kajian Kementerian ESDM, nilai ekspor dari total rencana kapasitas PLTS Atap sebesar 3,6 GW adalah Rp 860 miliar. Adapun, Biaya Pokok Penyediaan (BPP) PLN di 2020 sekitar 31% dari Rp 860 miliar. "Itulah kerugian real PLN karena masyarakat menggunakan jaringannya dan ada biaya yang harus ditanggung atau kami anggap sebagai biaya admin itu sekitar Rp 270 miliar," terang Chrisnawan.
Namun demikian, dia memastikan target instalasi 3,6 GW merupakan rencana bertahap sehingga instalasinya tidak dilakukan hanya pada satu periode waktu saja. Ia pun mengharapkan PLN mampu adaptif dan agile dalam melihat peluang bisnis yang ada. Chrisnawan melanjutkan, nantinya PLN juga bakal terlindungi dengan sistem pengaduan yang bakal diaplikasikan. Artinya pengaduan terkait permasalahan PLTS Atap ke depannya tidak hanya untuk kelompok masyarakat namun juga bagi PLN. Selain itu, ada sejumlah keuntungan lain yakni peningkatan investasi, penambahan lapangan kerja hingga potensi mendapatkan
green product bagi kelompok pelanggan industri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari