JAKARTA. Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konsevrasi Eenergi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Ridha Mulyana mengatakan, penolakan terhadap proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) oleh kelompok masyarakat sekitar proyek seperti yang terjadi pada proyek PLTP Gunung Ceremai, sering terjadi. Dalam perjalanannya, masyarakat kerap akhirnya menerima keberadaan proyek tersebut setelah pihak pengembang dan pemerintah melakukan sosialisasi."Seringkali setelah kita kasih pemahaman, berakhir happy ending," ujar Ridha Mulyana di Jakarta, Rabu(5/3).Menurut Ridha, keberadaan proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi di Gunung Ceremai tidak akan merusak adat istiadat yang dianut oleh kelompok masyarakat adat Sunda Wiwitan. "Kami minta pengembang memperhatikan adat istiadat setempat," terang dia.Sumber energi panas bumi juga sangat memerlukan keberadaan hutan untuk menjamin pasokan air tetap lestari. Ini karena uap yang dimanfaatkan oleh PLTP berasal dari air hujan yang ditangkap oleh pepohonan hutan dan terkumpul dalam reservoir. Air yang berada di dalam reservoir itu kemudian dipanasi oleh magma di dalam perut bumi dan menjadi uap. Karena itu, kelangsungan air dalam reservoir tersebut sangat tergantung dari bagaimana hutan dikawasan itu bisa tetap lestari. Karena itu pihak pengembang akan ikut menjaga hutan.Lebih lanjut Ridha Mulyana mengatakan masyarakat dari kawasan sekitar lereng gunung Ciremai juga tidak perlu khawatir bakal tergusur atau berpindah dari pemukiman mereka selama ini. Hal ini karena dari 24.000 hektar luas wilayah kerja pertambangan yang dimenangkan oleh Chevron Geothermal Indonesia,hanya sekitar 1%atau 2 hektar saja dari luas lahan tersebut yang akan dimanfaatkan oleh pengembang untuk membangun berbagai infrastruktur.
ESDM: Pembangkit geothermal aman bagi masyarakat
JAKARTA. Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konsevrasi Eenergi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Ridha Mulyana mengatakan, penolakan terhadap proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) oleh kelompok masyarakat sekitar proyek seperti yang terjadi pada proyek PLTP Gunung Ceremai, sering terjadi. Dalam perjalanannya, masyarakat kerap akhirnya menerima keberadaan proyek tersebut setelah pihak pengembang dan pemerintah melakukan sosialisasi."Seringkali setelah kita kasih pemahaman, berakhir happy ending," ujar Ridha Mulyana di Jakarta, Rabu(5/3).Menurut Ridha, keberadaan proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi di Gunung Ceremai tidak akan merusak adat istiadat yang dianut oleh kelompok masyarakat adat Sunda Wiwitan. "Kami minta pengembang memperhatikan adat istiadat setempat," terang dia.Sumber energi panas bumi juga sangat memerlukan keberadaan hutan untuk menjamin pasokan air tetap lestari. Ini karena uap yang dimanfaatkan oleh PLTP berasal dari air hujan yang ditangkap oleh pepohonan hutan dan terkumpul dalam reservoir. Air yang berada di dalam reservoir itu kemudian dipanasi oleh magma di dalam perut bumi dan menjadi uap. Karena itu, kelangsungan air dalam reservoir tersebut sangat tergantung dari bagaimana hutan dikawasan itu bisa tetap lestari. Karena itu pihak pengembang akan ikut menjaga hutan.Lebih lanjut Ridha Mulyana mengatakan masyarakat dari kawasan sekitar lereng gunung Ciremai juga tidak perlu khawatir bakal tergusur atau berpindah dari pemukiman mereka selama ini. Hal ini karena dari 24.000 hektar luas wilayah kerja pertambangan yang dimenangkan oleh Chevron Geothermal Indonesia,hanya sekitar 1%atau 2 hektar saja dari luas lahan tersebut yang akan dimanfaatkan oleh pengembang untuk membangun berbagai infrastruktur.