ESDM perintahkan PLN eksekusi lahan batang



JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, tanggal 17 September,  telah menerbitkan surat perintah untuk PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) agar segera melakukan eksekusi lahan untuk proyek pembangkit tenaga listrik tenaga uap (PLTU) Batang. 

Surat ini bisa menjadi senjata bagi PLN untuk membebaskan 13% atau sekitar 29 hektare (ha) sisa lahan yang sulit dilakukan PT Bhimasena Power Indonesia (BPI).  Pasalnya, surat itu  menegaskan bahwa berdasarkan surat Menteri Perekonomian Chairul Tanjung dan kesimpulan rapat Menko dengan jajaran Pemda setempat tanggal 6 Agustus 2014 di Semarang, PLN diperintahkan mengeksekusi sisa lahan untuk proyek PLTU Batang berkapasitas 2x1.000 Megawatt (MW) berdasarkan UU No 2/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Juru Bicara Kementerian ESDM, Abdurahman Saleh bilang, beberapa instansi terkait proyek Batang akan ikut campur tangan soal pembebasan lahan, seperti Kemko Perekonomian, Kementerian ESDM, Pemerintah Daerah Jawa Tengah. "Jadi bukan PLN saja," kata dia, ke KONTAN, Kamis (16/9).


Presiden Direktur PT Bhimasena Power Indonesia, operator PLTU Batang Mohammad Effendi mengatakan, BPI juga telah mendapatkan tembusan surat dari Kementerian ESDM yang ditujukan ke PLN. Isinya: PLN mesti segera mengambilalih pembebasan lahan untuk proyek PLTU Batang merujuk UU No 2/2012.

Menurutnya, selama ini, BPI sudah melakukan pembelian lahan warga di sana sebanyak 197 hektare dari 226 ha yang dibutuhkan proyek senilai US$ 4 miliar itu. Namun, hingga saat ini, ada 29 ha belum bisa dibebaskan lantaran warga tidak mau menjual ke BPI. 

Konsekuensinya, "Proyek PLTU Batang molor, dari sebelumnya bisa beroperasi 2018-2019, kini baru bisa beroperasi 2019-2020," ungkap dia kepada KONTAN, di kantornya, Kamis (16/18).

Effendi bilang, dengan adanya surat perintah itu ke PLN, maka BPI akan segera mengajukan perpanjangan Power Purchase Agreement (PPA) dengan PLN. Sebelumnya, sejak ditandatangani 6 Oktober 2011 dan sisa lahan sulit dibebaskan, PPA ini sudah diperpanjang sebanyak dua kali, yakni 6 Oktober 2012 ke 6 oktober 2013, lalu diperpanjang lagi ke 6 Oktober 2014.

Perpanjangan ketiga kalinya ini,  juga akan memberi durasi waktu 1 tahun atau dari 6 Oktober 2014 sampai 6 Oktober 2015. "Tapi bila pembebasan lahan itu bisa dilakukan PLN sebelum itu, malah lebih bagus supaya proyek cepat jalan," imbuh dia. Dengan adanya surat perintah itu, BPI akan terus berkoordinasi terus dengan PLN, kapan PLN melakukan eksekusi itu.

Soal pendanaan oleh Japan Bank for International Cooperation (JBIC), Effendi meyakinkan, bahwa JBIC masih terus berkomitmen mendanai proyek PLTU Batang. "Setelah mengajukan perpanjangan PPA, kami akan sampaikan ke JBIC soal pendaaan itu ditunda sampai jangka waktu setahun ke depan," ujar dia. 

Proyek yang molor ini juga menyebabkan pendanaan diprediksi akan membengkak. Sementara itu, Koordinator Warga Batang Jawa Tengah, Roidi menyatakan, bila akhirnya soal pembebasan lahan ini diambilalih oleh PLN, warga Batang akan tetap menolak. "Kami ingin pembangunan dipindahkan, bukan di Batang," ungkap dia.

Alasannya, proyek pembangunan PLTU Batang akan menghilangkan sekitar 260 ha lahan pertanian produksi. "Kami takut takut kehilangan mata pencaharian," ujarnya.        

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto