ESDM: PNBP minerba sudah 146% dari target



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor mineral dan batubara (minerba) bisa mencapai satu setengah kali lipat dari yang telah ditargetkan sepanjang tahun 2018. Hingga separuh bulan Desember ini, PNBP minerba tercatat sebesar Rp. 46,6 triliun, atau 146% dari target tahun ini yang dipatok di angka Rp. 32,1 triliun. Direktur Penerimaan Minerba Kementerian ESDM Johnson Pakpahan menerangkan, ada dua faktor yang menyebabkan PNBP minerba bisa melampaui target. Yakni karena faktor produksi dan peningkatan harga komoditas, serta tingkat kepatuhan perusahaan yang semakin tinggi seiring dengan metode pengawasan dan penerimaan yang lebih efektif, terutama setelah diluncurkannya aplikasi Mineral Online Monitoring System (MOMS) dan e-PNBP. “Selalu faktornya adalah harga, kualitas, produksi, dan kepatuhan perusahaan yang sudah seamkin baik. Penjagaan dari kita pun sudah semakin efektif. Kita tidak melayani perusahaan yang tidak membayar,” kata Johnson belum lama ini. Johnson mengatakan, hingga akhir tahun ini, realisasi PNBP minerba ditaksir bisa lebih dari Rp. 47 triliun – Rp 48 triliun. Adapun, untuk tahun depan, dengan asumsi produksi batubara sebesar 530 juta ton, rata-rata Harga Batubara Acuan (HBA) US$ 80 per ton, dan kurs Rp 13.500, PNBP minerba pada tahun 2019 dipatok di angka Rp. 40 triliun. Johnson bilang, sekitar 70% realisasi PNBP minerba disumbang oleh sub sektor batubara. Berdasarkan data yang didapatkan KONTAN, secara total, PT Kaltim Prima Coal menjadi penyumbang terbesar dengan Rp. 5,98 triliun, disusul oleh PT Adaro Indonesia sebesar Rp. 4,63 triliun, sedangkan di posisi ketiga ada PT Freeport Indonesia yang membayar sebesar Rp. 4,20 triliun. Namun, khusus untuk sub sektor mineral, PT Freeport Indonesia adalah pembayar PNBP terbesar, dibanding PT Amman Mineral Nusa Tenggara yang ada di posisi kedua dengan Rp. 376,49 miliar. Investasi 93% dari Target Sayangnya, realisasi investasi minerba tak semoncer capaian PNBP. Dalam catatan terkini, Direktur Bina Program Minerba Kementerian ESDM Muhammad Wafid Agung menyebutkan, realisasi investasi minerba masih di bawah target. Wafid bilang, realisasi investasi minerba masih berada di angka US$ 6,9 miliar. Atau setara dengan 93% dari target yang tertera di dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2018 sebesar US$ 7,4 miliar. Namun, capaian ini jauh lebih baik ketimbang data hingga Kuartal III-2018. Pada periode tersebut, realisasi investasi minerba masih berada di angka US$ 1,6 miliar atau tak sampai seperempat dari target. Kala itu, Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono beralasan, angka realisasi investasi yang masih minim tersebut terjadi karena data yang belum sepenuhnya terkumpul. Juga disebabkan oleh keterlambatan belanja modal atau capital expenditure (capex) dari sejumlah perusahaan. Wafid mengklaim, adanya aplikasi berbasis online yang telah disosialiasikan oleh Kementerian ESDM membuat laporan yang tadinya manual kini beralih melalui aplikasi yang lebih realtime. Sehingga, data realisasi investasi minerba bisa lebih tertata. Alhasil, laporan investasi di sektor ini bisa terdongkrak dari capaian yang terdata per kuartal III lalu. “Komunikasi dan sosialisasi yang terus dilakukan sejak September Alhamdulillah berhasil secara cepat mendongkrak laporan realisasi dari perusahaan, seperti KK, PKP2B, IUP PMA, dan IUJP,” kata Wafid kepada KONTAN, Selasa (25/12). Adapun, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengingatkan, capaian PNBP yang melebihi target belum lah cukup, karena harus juga diiringi dengan realisasi investasi. Apalagi, investasi bisa lebih secara riil menggerakan aktivitas perekonomian dalam arti yang lebih luas. Sedangkan sebagai penerimaan negara, PNBP yang melebih target lebih disebabkan oleh harga komoditas yang sedang bagus atau lebih tinggi daripada asumsi APBN. “Kalau investasi lebih besar, dengan harga komoditas yang bagus, tentu nantinya PNBP akan bisa lebih besar lagi, demikian juga penerimaan dari pajaknya, karena investasi akan menggerakkan perekonomian,” kata Pri. Terkait dengan investasi ini, Pri menggaris bawahi soal regulasi atau kepastian hukum, karena menurutnya, tingkat realisasi investasi bisa menggambarkan kepercayaan dan kenyamanan investor terhadap regulasi yang diberlakukan. “Regulasi harus dijalur yang tepat untuk menarik investasi maupun juga memperlancar eksekusi investasi dari yang sudah sudah masuk sebelumnya,” imbuhnya. Sementara menurut Sekretaris Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Resvani, selain kepastian hukum atau kondusivitas dari regulasi, investasi di sektor minerba akan dipengaruhi oleh sejumlah faktor lainnya. Yakni tingkat cadangan dan sumber daya potensial yang ada, pajak atau insentif yang atraktif, serta kesiapan infrastruktur. “Termasuk juga persepsi policy, stabilitas politik, keamanan, skill tenaga kerja dan database,” ujarnya. Selain itu, mengenai investasi ini, Perhapi pun menilai bahwa regulasi yang jelas dan tegas mengenai perubahan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) menjadi poin penting yang menentukan terkait dengan kepastian hukum dan capaian investasi pertambangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Azis Husaini