ESDM siapkan poin penting UU Minerba



JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) siap mengambilalih inisiatif pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 04 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba). Hal ini menyusul Komisi VII Dewan Perwakila Rakyat menyerah atas revisi UU Minerba dengan dalih ingin fokus membahas revisi UU Migas.

Kementerian ESDM sebetulnya juga sudah memiliki draf revisi UU Minerba dan siap ditandingkan dengan draf dari DPR. Namun lantaran DPR menyerah, draf dari Kementerian ESDM sudah siap dibahas tahun ini agar persoalan minerba selesai.

Direktur Pembinaan Program Mineral Kementerian ESDM Bambang Susigit mengatakan, ada beberapa poin yang sudah disiapkan dalam Revisi UU Minerba.


Pertama, menyelaraskan UU Minerba dengan Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yakni harus juga mencantumkan batasan produksi minerba setiap wilayah.

Kedua, terkait terminologi izin. Ketiga, berkaitan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP).

Keempat, soal peningkatan nilai tambah melalui pengolahan dan pemurnian (smelter) yang melihat dari jenis komoditas. "Kalau dulu wajib diolah di dalam negeri. Nanti dilihat dari berbagai macam komoditas. Jangan sampai dispute," terangnya, di Kantor Kementerian ESDM, Senin (13/3).

Kelima, berkaitan dengan penerimaan negara. Sebagai contoh soal perpajakan, Sebelumnya pajak yang dikenakan kepada sebuah perusahaan tidak berubah atau pajak tetap (nail down), menjadi pajak berubah dari waktu ke waktu (prevailing).

Tujuannya agar penerimaan negara semakin meningkat. "Jadi tidak harus bersamaan dengan kontrak, seperti nail down," katanya.

Ketua Asosiasi Perusahaan Nikel Indonesia Ladjiman Damanik mengatakan, dengan pemerintah yang memegang kendali revisi UU Minerba maka penyelesaian diharapkan akan lebih cepat selesai.

Dia menilai, dengan berlandaskan hukum dasar, yakni UUD 1945 tersebut, seharusnya di dalam UU Minerba semua bentuk perizinan kontrak karya (KK) atau biasa disebut rezim kontrak, harus berubah menjadi rezim perizinan.

Menurut Ladjiman, lewat skema perjanjian ini, investor asing yang ingin berbisnis tambang mineral di Indonesia harus mau menjalin kerjasama dengan skema bermodel business to business. "Bukan private to government," tegas dia ke KONTAN.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia