ESDM tinjau ulang kenaikan royalti



JAKARTA. Desakan pengusaha tambang batubara yang meminta penundaan kenaikan tarif royalti bagi izin usaha pertambangan akhirnya mendapatkan respons dari pemerintah. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersedia duduk bersama dengan pengusaha untuk merumuskan bersama skema kenaikan tarif royalti.

Paul Lubis, Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batubara Kementerian ESDM mengatakan, pemerintah akan tetap menjalankan rencana semula dengan menaikkan tarif royalti untuk izin usaha pertambangan (IUP).

Tapi, "Kami akan membicarakan lagi dengan pengusaha. Kami ingin lihat bagaimana hitungan royalti usulan dari mereka," kata dia di kantornya, Selasa (25/3).


Seperti diketahui, tarif royalti untuk IUP saat ini mencapai 3% hingga 7% dari harga jual. Sedangkan tarif dana hasil produksi batubara (DHPB) untuk perusahaan pemegang konsesi perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) mencapai 13,5%. Di mana, dalam DPHB sudah termasuk pungutan royalti dengan tarif sebesar 3% hingga 7% dari harga jual, tergantung kualitas kalori.

Paul bilang, nantinya tarif royalti baik bagi PKP2B maupun IUP akan diseragamkan dan tidak lagi diklasifikasikan berdasarkan nilai kalori. Yakni, tarif royalti ditetapkan menjadi 13,5% dari harga jual. Dengan demikian, istilah pungutan DHPB untuk PKP2B tidak lagi diberlakukan dan diganti dengan pungutan tarif royalti.

Ketentuan tersebut nantinya akan diatur dalam revisi PP Nomor 9 Tahun 2012 tentang Tarif dan Jenis  Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku pada Kementerian ESDM. "Prinsipnya, kami ingin menghitung kembali tarif royalti yang selama ini berlaku bagi IUP berdasarkan sisi keadilannya, karena selama ini pungutan PKP2B sudah 13,5%," ujar Paul.

Harga jual batubara yang masih rendah juga menjadi pertimbangan pemerintah untuk tidak menetapkan kenaikan tarif royalti. Asal tahu saja, harga batubara acuan (HBA) yang ditetapkan Kementerian ESDM per Maret ini mencapai US$ 77,01 per ton, atau lebih rendah 4,3% dibandingkan dengan HBA Februari sebelumnya yang sebesar US$ 80,44 per ton.

Bob Kamandanu, Ketua Umum APBI bilang, mestinya penentuan royalti harus tetap mengikuti kualitas kalori.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan