KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya pemberantasan korupsi selama 3 tahun masa kepemimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) dinilai tidak memuaskan. Lembaga antikorupsi Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti selama 3 tahun terakhir, KPK dua kali dilemahkan secara masif. Padahal jelas-jelas pemerintahan Jokowi-JK menjanjikan penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Secara keseluruhan ICW menilai bahwa program pemberantasan korupsi, perbaikan sektor birokrasi dan perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik tidak memuaskan," ujar Agus Sunaryanto, wakil koordinator ICW di kantornya, Jumat (20/10).
Ada beberapa poin yang membuat ICW berkesimpulan demikan. Pertama soal belum kuatnya institusi demokrasi. Peniliti ICW divisi korupsi politik Almas Sjafrina bilang hal itu tampak dari restorasi UU Partai Politik yang belum beres. Ketika membahas beleid ini, yang jadi fokus pembahasan justru soal dana subsidi untuk partai politik (parpol) namun tidak disertai soal pelaporan penggunaan dana, akreditasi, ataupun sanksi pelanggaran keterbukaan pembukuan. "Kebijakan menaikkan anggaran parpol tanpa diikuti perbaikan persoalan penting lainnya, justru berpotensi menimbulkan praktik penyimpangan anggaran bantuan," kata Almas. Persoalan hak angket DPR RI kepada KPK juga menjadi isu kurang tanggapnya pemerintah merespon persoalan pemberantasan korupsi. "Presiden Jokowi harus lebih tegas menunjukkan ketidaksetujuannya dengan berbagai bentuk pelemahan upaya pemberantasan korupsi, termasuk nantinya dengan tidak menindaklanjuti rekomendasi pansus angket DPR untuk KPK yang bersifat melemahkan," tambah Almas. Di bidang hukum, Lalola Easter peneliti ICW divisi hukum menilai kepemimpinan jaksa agung H. M. Prasetyo tidak optimal dalam pemberantasan korupsi. Dalam 3 tahun, ada 5 jaksa yang ditangkap KPK dan 2 jaksa berkasus dengan tim saber pungli. Di satu sisi, jaksa agung tidak mengungkapkan sikap yang mendukung, justru sempat menyebut hal itu sebagai "OTT recehan".