Evaluasi bea CPO harus pertimbangkan produksi



JAKARTA. Pemerintah berencana mengkaji ulang batas referensi harga crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit yang dikenakan tarif bea keluar. Dalam hal ini pemerintah harus berhati-hati.

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual berpendapat, pemerintah dalam hal ini harus mempertimbangkan biaya produksi pengusaha CPO. Meskipun harga CPO drop, namun biaya produksi mereka tidak turun.

Jika pemerintah menurunkan batas referensi harga maka tekanan biaya produksi industri CPO akan semakin tinggi dan menggerus keuntungan. Padahal, pengusaha sendiri sudah tertekan dengan harga CPO yang rendah sehingga ekspor CPO lesu.


Akibat yang bisa terjadi adalah industri CPO bisa tutup dan ini berbahaya karena CPO adalah komoditi andalan Indonesia. "Masalahnya dilematis. Harus hati-hati. Takutnya nanti jadi balik menyerang pemerintah sendiri," ujarnya ketika dihubungi KONTAN, Jumat (13/3).

Sebagai informasi, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu Suahasil Nazara mengatakan otoritas BKF mempunyai wacana untuk mereview ulang aturan bea keluar CPO. Setidaknya ada dua alasan utama mengapa Kemkeu ingin melakukan hal tersebut.

Pertama, penerimaan bea keluar dari CPO tidak ada lagi. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 75/PMK.011/2012 tentang penetapan barang ekspor yang dikenakan bea keluar dan tarif bea keluar, harga referensi CPO yang dikenakan tarif bea keluar adalah lebih dari US$ 750 per ton. Apabila harga di bawah US$ 750 maka tidak dikenakan bea keluar.

Dengan kondisi ekonomi global yang lesu sekarang ini, harga CPO terus berada di bawah US$ 750. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 93/M-DAG/PER/12/2014 tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor (HPE) atas Produk Pertanian dan Kehutanan yang Dikenakan Bea Keluar, ditetapkan HPE CPO pada Januari 2015 adalah US$ 625 per metrik ton, turun dari bulan sebelumnya US$ 662 per metrik ton.

Alhasil, tidak ada penerimaan negara yang masuk. "Padahal sebenarnya kita ada target (penerimaan) bea keluar," ujar Suahasil akhir pekan lalu.

Kedua, bahan baku dalam negeri. Menurutnya, tidak hanya soal penerimaan yang dipikirkan Kemkeu tapi juga perihal industri dalam negeri. Selama ini diakuinya CPO dalam negeri terus diekspor sehingga hilirisasi industri untuk bahan baku dalam negeri sendiri minim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia