KONTAN.CO.ID - Pada tanggal 10 Agustus 2020 adalah hari jadi Pasar Modal Indonesia yang ke-43 sejak diaktifkannya kembali oleh Pemerintah RI pada tanggal 10 Agustus 1977. Perayaan hari jadi ke-43 tahun ini mengangkat tema Memperkuat Stabilitas Pasar Modal pada Era New Normal. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Self Regulatory Organization (SRO) yakin pada era adaptasi kebiasaan baru ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan kembali meningkat dan stabilitas pasar modal Indonesia akan terus menguat. Serangkaian kegiatan diselenggarakan secara virtual untuk memeriahkan hari jadi ini antara lain pembukaan perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang dibarengi dengan peluncuran e-IPO, e-Proxy, indeks IDX Quality30, peta jalan atau
roadmap Pasar Modal Syariah, seminar daring (webinar) dengan tema Covid-19, Current Challenges and the Future of Financial Market, kompetisi virtual untuk umum, 10 Days Challenge berupa tantangan dalam melakukan pembukaan rekening efek saham, Indonesia Capital Market Got Talent, Capital Market Summit & Expo, CEO Networking,
e-competitions, dan Capital Market Fun Day. Perayaan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap industri pasar modal sekaligus momentum untuk mengenang sejarah pasar modal Indonesia di tengah perekonomian dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sedang mengalami tekanan sangat berat karena dampak pandemi.
Untuk pertama kalinya dalam 22 tahun terakhir, perekonomian negara kita akan mengalami kontraksi. Namun, kita tidak sendiri. Hampir semua negara mengalami pertumbuhan ekonomi negatif pada tahun ini. Sejalan dengan memburuknya perekonomian kita, IHSG kita sempat merosot 37,5% year-to-date (ytd) pada 24 Maret 2020 lalu yaitu dari 6.300 menjadi 3.938. Indeks LQ-45 jatuh lebih dalam lagi yaitu 44,1% dari 1.014,5 menjadi 566,8. Banyak terjadi
auto reject bawah (ARB) di bulan itu, yang dialami bukan saja saham-saham berkapitalisasi kecil, tetapi juga empat bank berkapitalisasi terbesar kita. Tidak pernah terjadi sebelumnya pada saat bersamaan tidak ada bid untuk saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia (Perero) Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI). Ungkapan badai pasti berlalu benar adanya. Kepanikan investor di pasar modal perlahan-lahan mulai mereda. Berbagai strategi pemulihan ekonomi yang telah dan sedang dijalankan pemerintah menambah kepercayaan para investor. Optimisme merebak seiring datangnya berita positif uji klinis untuk menemukan vaksin Covid-19. IHSG pun meninggalkan angka psikologis 5.000 dan berada di 5.239 pada 13 Agustus 2020 lalu. Jumlah investor ritel domestik menembus 1,2 juta orang atau 97,6% dari jumlah rekening saham dan menguasai 98% dari 3.022.366
Single Investor Identification (SID) per akhir Juli 2020 lalu. Padahal akhir tahun lalu total SID masih kurang dari 2,5 juta. Kepemilikan investor domestik di bursa saham kini sudah melampaui investor asing. Di bulan Juli lalu, investor domestik sempat menguasai 71,8% perdagangan. Untuk pertama kalinya, nilai transaksi saham investor ritel melebihi transaksi investor institusi pada Juni 2020. Pada tanggal 8 Juni 2020, investor ritel bahkan mencatatkan nilai transaksi tertinggi, yaitu Rp 7,2 triliun dengan volume 10,53 miliar saham dari 742.000 kali frekuensi berbanding Rp 4,3 triliun dengan 3,31 miliar saham dan 184.000 kali frekuensi dari investor institusi. Dampak Covid-19 juga mempengaruhi kinerja reksa dana yang ditandai dengan penurunan nilai aktiva bersih (NAB) sebesar 4,84% dari Rp 570,51 triliun di awal tahun menjadi Rp 542,88 triliun pada 6 Agustus lalu. Namun, kita perlu mengapresiasi OJK yang telah mengeluarkan 82 surat pernyataan efektif atas pernyataan pendaftaran untuk 90 emisi dengan total nilai penawaran umum sebesar Rp 55,956 triliun hingga 7 Agustus 2020. Perkembangan pasar modal syariah juga menggembirakan. Dari 459 efek syariah berupa saham yang terdaftar dalam DES per 7 Agustus 2020, terdapat 443 saham BEI yang menjadi konstituen dari Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). Untuk sukuk korporasi, tercatat kenaikan penerbitan sukuk korporasi, yakni 253 sukuk dengan total nilai Rp 51,89 triliun, dibandingkan tahun lalu dengan 232 sukuk bernilai Rp 48,24 triliun. Jumlah reksa dana syariah juga mengalami peningkatan dari sebelumnya 265 menjadi 282 per 7 Agustus 2020. Lembaga dan Profesi Penunjang Pasar Modal Syariah juga bertumbuh. Ahli Syariah Pasar Modal (ASPM) yang jumlahnya 92 pihak pada akhir tahun lalu telah naik menjadi 113 pihak per pekan kedua Agustus 2020 lalu. OJK berupaya melakukan pengembangan pasar modal syariah melalui berbagai strategi di antaranya penyusunan modul Pasar Modal Syariah sebagai materi pembelajaran perguruan tinggi dan penyusunan
roadmap Pasar Modal Syariah 2020-2024. Dalam bidang penegakan hukum, OJK telah melakukan pemeriksaan sebanyak 84 kasus, yakni 9 kasus terkait pengelolaan investasi, 39 kasus mengenai transaksi dan lembaga efek, dan 36 kasus emiten dan perusahaan publik. OJK telah mengeluarkan 389 surat sanksi berupa 186 peringatan tertulis, 2 pembekuan izin, 7 pencabutan izin, dan 194 sanksi administratif berupa denda dengan total nilai denda Rp 9,58 miliar. Di balik meningkatnya kepercayaan investor dan kinerja di atas, pasar modal kita juga masih menghadapi tantangan klasik, yaitu masih sedikitnya persentase penduduk yang mempunyai SID dibandingkan dengan 100 juta lebih nomor rekening bank dan masih rendahnya kapitalisasi pasar dari emiten baru. Ada tambahan 29 emiten baru sepanjang tahun ini. Namun, nilai emisinya hanya Rp 3,3 triliun, jauh lebih kecil dibandingkan periode sama tahun lalu, yaitu Rp 8,5 triliun dari 29 emiten juga. Ini menunjukkan semakin banyak perusahaan berskala kecil dan menengah yang memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pembiayaan.
Dari 29 emiten baru di tahun ini, hanya 5 emiten papan utama yaitu yang memiliki aktiva berwujud bersih di atas Rp 100 miliar. Lainnya, 3 emiten di papan akselerasi dan 21 tercatat di papan pengembangan dengan nilai aktiva bersih antara Rp 1 miliar hingga Rp 100 miliar. Dirgahayu RI ke-75 dan BEI ke-43. Penulis : Budi Frensidy Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti