JAKARTA. Musim kemarau panjang mendorong perusahaan benih PT East West Seed Indonesia (Ewindo) melakukan inovasi dengan meluncurkan benih cabai keriting Laba F1 yang sanggup berproduksi optimal meskipun persediaan air terbatas. "Cabai keriting Laba F1 memiliki potensi produksi hingga 20 ton per hektare (ha) jauh di atas rata-rata produktivitas cabai nasional," kata Managing Director Ewindo, Glenn Pardede saat peluncuran varietas unggul Laba F1 di Kecamatan Way Jepara, Lampung Timur, Kamis (17/9). Menurut Glenn, selain keterbatasan luas area tanam, persoalan utama produktivitas cabai Indonesia saat ini adalah terbatasnya pasokan benih unggul berkualitas tinggi.
Gleen menjelaskan, sesuai data Kementerian Pertanian (Kemtan), rata-rata produktivitas cabai besar nasional tahun 2014 sekitar 8,3 ton per ha. Apabila angka ini dibandingkan dengan tahun sebelumnya maka produktivitas tersebut hanya tumbuh 2,2%. Sementara area panen cabai besar nasional tahun 2014 luasnya sekitar 128.000 ha dan cenderung tidak berubah banyak dari tahun ke tahun. Diperkirakan tahun ini luas area panen cabai besar akan relatif turun mengingat banyaknya petani yang memanfaatkan lahannya untuk menanam padi. Bersamaan dengan itu, musim kering diperkirakan akan berlangsung panjang akibat dampak Elnino sehingga mengancam produktivitas cabai besar nasional. "Sebagai solusi atas kekhawatiran menurunnya produksi cabai besar nasional adalah penggunaan benih cabai unggul yang memiliki produktivitas tinggi meskipun ditanam pada musim kering," jelas Glenn. Laba F1 mampu berproduksi optimal apabila dibudidayakan di dataran rendah dan menengah. Buah cabai Laba F1 memiliki daging merah dan tebal, biji terisi penuh sehingga rasanya sangat pedas, tidak mudah susut, dan tahan terhadap pengangkutan jarak jauh. Selain itu, cabai Laba F1 juga tahan terhadap serangan jamur dan bakteri penyebab penyakit. Diantaranya jamur
phytopthora capsici penyebab busuk akar dan bakteri
ralstonia solanacearum penyebab layu. Penyakit layu ini dikenal sangat menakutkan bagi petani karena dapat menyebabkan tanaman mati dan gagal panen. "Bahkan kalau serangan layu sangat parah, kematian tanaman bisa mencapai hingga 70%," ungkap Gleen.
Laba F1 juga tahan terhadap ujung buah kuning. Ujung buah kuning merupakan indikator kekurangan unsur kalsium (Ca). Gejalanya adalah ujung buah yang belum matang terlihat berwarna kekuningan hingga berubah menjadi kecoklatan. Apabila dibiarkan maka penyakit ini akan membuat jaringan buah mengalami kerusakan yang berefek pada perubahan warna buah menjadi merah pucat dan rontok. Kondisi ini akan mempengaruhi volume dan kualitas produksi yang ihasilkan tanaman, papar Glenn. Gleen optimistis melalui penyediaan benih unggul dan pembinaan kepada petani akan mampu membantu mendorong produktivitas cabai Indonesia. Hal ini juga selaras dengan misi perusahaan untuk menyediakan benih berkualitas tinggi agar dapat meningkatkan pendapatan petani dan memperbesar konsumsi sayuran. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Havid Vebri