JAKARTA. Kejatuhan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat berimbas ke beban keuangan emiten. Hal ini lantas mendorong PT XL Axiata Tbk (EXCL) melakukan restrukturisasi utang. XL berencana merestrukturisasi utang sebesar US$ 900 juta atau setara Rp 12,37 triliun. "Sehingga dalam tiga sampai enam bulan ke depan, eksposur dollar AS akan menurun secara signifikan," ungkap Mohammed Adlan, Direktur Keuangan XL akhir pekan lalu. Saat ini, XL mencatatkan utang berbentuk dollar AS mencapai US$ 1,5 miliar. Dari jumlah tadi, utang sebesar US$ 1 miliar merupakan pinjaman perbankan. XL telah melakukan lindung nilai atau hedging terhadap sekitar 62% dari pinjaman perbankan tersebut. Sisa utang US$ 500 juta adalah utang pada sang induk, Axiata Group Berhad.
Nah, rencananya, XL akan merestrukturisasi seluruh pinjaman kepada Axiata Group dan sekitar 38% pinjaman bank yang belum masuk skema lindung nilai. XL tengah berdiskusi dengan sang induk. Selain itu, XL tengah menegosiasi bunga dengan beberapa bank. XL pun masih mengevaluasi opsi restrukturisasinya. Adlan bilang, terdapat beberapa pilihan restrukturisasi utang, yaitu mengkonversi menjadi rupiah maupun memperpanjang tenor. Selain itu, XL juga mengkaji opsi lindung nilai. Adapun pinjaman yang akan direstrukturisasi adalah utang yang jatuh tempo pada 2017. Sedang untuk utang yang jatuh tempo pada 2015 dan 2016, EXCL akan melunasinya dengan kas internal. Kas dan setara kas perusahaan halo-halo ini memang masih cukup tebal, yakni di posisi Rp 5,5 triliun. Pada semester pertama tahun ini, XL menderita kerugian Rp 850,88 miliar. Adlan menyebut, bila faktor kurs dikecualikan, XL sedianya mencatat untung dari segi operasi. Tapi karena rupiah loyo sejak awal tahun, XL pun mengalami rugi kurs sebesar Rp 1,39 triliun. Adlan melihat ada kemungkinan nilai tukar rupiah kembali melemah. Terlebih dengan apa yang terjadi di Tiongkok dan regional. Hal ini menyebabkan banyak dana asing kembali ke AS. Manajemen mengaku tidak memiliki target kinerja setelah penurunan utang dollar AS. Namun, Adlan berharap, XL mampu menyeimbangkan portofolio dengan menurunkan eksposur dollar AS serendah mungkin. Setelah restrukturisasi utang ini, Adlan yakin XL mampu meraih untung pada tahun depan. Kemudian dalam dua tahun mendatang, rasio utang terhadap modal atau debt to equity ratio (DER) emiten ini bisa turun di bawah 2 kali, seperti sebelum mengakuisisi operator telekomunikasi Axis Telekom Indonesia. Saat ini, DER EXCL di posisi 2,9 kali. Akhir tahun ini, Adlan memproyeksikan pendapatan XL stagnan. Menurut dia, pendapatan jasa operator seluler XL tetap tumbuh. Tapi karena ada penjualan menara tahun lalu, XL kehilangan pendapatan jasa menara. Pada semester I-2015, pendapatan XL turun 3,89% menjadi Rp 11,09 triliun.
Analis First Asia Capital David Sutyanto menilai XL melakukan langkah tepat untuk merestrukturisasi utangnya. Apalagi sebagian besar utang XL dalam dollar AS. Sedang pendapatan yang dibukukan dalam rupiah. Dia memperkirakan XL masih akan merugi hingga akhir tahun. Dalam jangka panjang, restrukturisasi utang XL akan menekan beban utang dan biaya. Emiten telekomunikasi ini akan bisa meraih untung lagi jika pendapatannya meningkat. Akhir pekan lalu (14/8), harga saham EXCL naik 1,76% menjadi Rp 2.600 per saham. David menyarankan jual EXCL dengan target harga Rp 2.500 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto