WASHINGTON. Facebook Inc memberikan konfirmasi, bahwa pihaknya tidak akan membantu pemerintahan Donald Trump untuk membangun database warga Muslim. Kabar ini mengemuka seiring lebih banyak pekerja di sektor teknologi yang menentang kebijakan yang diungkapkan Trump saat kampanye. Sekadar mengingatkan, saat kampanye, Trump mengajukan rencana untuk membangun database Muslim di AS. Kemudian, dia menekankan rencana untuk mendeportasi jutaan imigran ilegal.
Belum jelas apakah janji kampanye itu akan ditunaikan atau tidak. Namun, pelaku industri teknologi sudah mempersiapkan benteng pertahanan sebelum diskusi mengenai hal tersebut dimulai. "Belum ada pihak yang meminta kami untuk membangun database pendaftaran Muslim. Tentu saja kami tidak akan melakukannya," jelas juru bicara Facebook kepada
CNNMoney. Twitter juga mengatakan pihaknya tidak akan membangun database Muslim. Kebijakan perusahaan tidak memperbolehkan individu dan organisasi menggunakan jasa layanan mereka untuk mencapai tujuan tertentu. Perusahaan media sosial memang tidak berniat menciptakan database. Namun, berdasarkan informasi yang dihimpun oleh broker data menunjukkan bagaimana para pengguna mengakses internet. Laporan FTC tahun 2014 lalu menemukan bahwa perusahaan-perusahaan ini dapat mengetahui profil pengguna, mulai dari ras, etnik, agama, hingga karakteristik lain. Di sisi lain, para eksekutif dari perusahaan-perusahaan besar teknologi seperti Apple, Facebook, dan Alphabet, menghadiri pertemuan dengan Trump untuk menentang kebijakan tersebut.
Bagi pengusaha Dilawar Syed, president of customer perusahaan software Freshdesk, prospek pendaftaran warga Muslim terlalu nyata. Syed pernah mendaftar sebagai seorang Muslim menyusul serangan teroris 11 September di bawah program National Security Entry-Exit Registration System (NSEERS). Program ini berdampak pada pemegang visa non-warga negara AS. Program ini mewajibkan pemuda dan pria berusia 16 tahun ke atas dari 25 negara, seluruh negara berpenduduk mayoritas Muslim dengan pengecualian Korea Utara, untuk mendaftarkan diri dan secara rutin melapor ke petugas imigrasi. Lalu di 2011, Presiden Barack Obama mensuspensi program NSEERS ini. Saat ini, Syed memimpin petisi yang sudah ditandatangani oleh 100 pekerja teknologi dan investor untuk melindungi kebebasan sipil individu dan menolak penggunaan platform sosial untuk membatasi hak-hak manusia.
Editor: Barratut Taqiyyah Rafie