Faisal Basri heran simplifikasi struktur tarif rokok tak kunjung selesai



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom senior Faisal Basri heran penyederhanaan alias simplifikasi struktur tarif rokok tak kunjung selesai. Padahal, struktur tarif cukai yang terdiri dari 10 lapisan saat ini dianggap tidak mampu menekan konsumsi tembakau di Indonesia.

Faisal lantas berpendapat, penyederhanaan yang tak selesai ini dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya tekanan politik.

"Penyederhanaan tarif cukai itu kok enggak beres-beres sampai sekarang? Saya tahu Kemenkeu komitmen untuk menyederhanakan. Tapi memang ada tekanan politik gitu, ya. karena lobi rokok luar biasa, dia juga melobi ke DPR," kata Faisal dalam workshop Jurnalis AJI, Kamis (2/9/2021).


Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization (WHO) menyebut, konsumsi rokok di Indonesia masih sangat tinggi. Data lain dari Global Youth mengungkap, ada sekitar 20,3 persen pelajar dengan usia 13-15 tahun yang sudah mulai merokok di Indonesia.

Baca Juga: Serikat Pekerja RTMM-SPSI minta pemerintah tak naikkan tarif CHT

Adapun simplikasi tarif cukai dinilai mampu menurunkan konsumsi rokok di Indonesia. Indonesia pun disinyalir mampu mencapai sustainable development goals (SDGs) tahun 2030 berkat pengendalian tembakau.

Untuk itu Faisal menyarankan, simplifikasi perlu terus diupayakan, bukan dibatalkan. "Kebijakan pemerintah yang sudah dicanangkan itu dilaksanakan, bukan ditunda-tunda. Bukan digagalkan, dibatalkan. Prevalensi merokok lelaki kita tertinggi di dunia," ucap dia.

Lebih lanjut dia menganggap, kebijakan tarif cukai rokok saat ini tidak efektif melindungi masyarakat, utamanya generasi emas alias anak muda.

Saat ini, naik atau tidaknya tarif cukai ditentukan dari 4 aspek, yaitu pengendalian konsumsi rokok, optimalisasi penerimaan, keberlangsungan tenaga kerja di industri rokok, dan menekan rokok ilegal.

Baca Juga: Tekan perokok, Faisal Basri minta tarif cukai rokok konsisten naik 12,5% per tahun

Namun menurut Faisal, kenaikan tarif cukai harus bertumpu pada tujuan mengendalikan konsumsi, bukan optimalisasi penerimaan negara.

"Bukti bahwa kebijakan pemerintah efektif adalah kalau produksi rokok turun terus, jumlah orang yang merokok turun, dan jumlah anak-anak yang merokok kalau bisa 0. Ini barang adiktif. Tidak bisa pakai pendekatan ekonomi, tidak bisa pakai keseimbangan," pungkas Faisal. (Fika Nurul Ulya)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Penyederhanaan Tarif Cukai Rokok Tak Kunjung Selesai, Faisal Basri: Lobinya Luar Biasa..."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto