Faisal Basri kecewa rekomendasinya tak dijalankan



JAKARTA. Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) Faisal Basri kecewa karena pemerintah tidak melaksanakan rekomendasi yang diberikan. Sebelumnya beberapa waktu lalu tim ini merekomendasikan penghapusan bahan bakar minyak RON 88 atau jenis Premium. Faisal mengatakan tidak dilaksanakannya rekomendasi diyakini akan membuat praktik mafia migas terus ada. "Jadi baiknya ya RON 88 itu dihilangkan, itulah biang keladi dari kekisruhan BBM di Indonesia. RON 88 itu harga (pembeliannya, red.) cuma beda Rp 200 dengan RON 92. Sementara RON 88 sudah tidak ada di pasaran. Itu 'trader', mafia, untungnya dari situ," ujarnya saat menggelar audiensi dengan Koalisi Masyarakat Sipil Publish What You Pay Indonesia di Kantor Tim RKTM, Selasa (3/3). Ia sudah berupaya mengeluarkan rekomendasi untuk membuat posisi para mafia semakin terjepit, utamanya dalam pengadaan BBM RON 88. Sayangnya, kata dia, rekomendasi itu tidak dilaksanakan. "Pertanyaannya kenapa kita enggak bikin RON 88 di dalam negeri? kenapa harus 'di-blending' di luar? RON 88 juga tidak ada di pasaran dunia. 70%-nya diimpor, itu yang saya enggak habis pikir," katanya. RTKM sudah merekomendasikan agar dalam upaya penghapusan RON 88, kapasitas produksi RON 92 ditingkatkan dengan memperbarui kilang Pertamina. Tim RTKM memberikan waktu lima bulan bagi Pertamina untuk bisa melaksanakan rekomendasi penghapusan RON 88 menjadi RON 92. Akan tetapi, Pertamina mengaku baru bisa melaksanakan rekomendasi tersebut dalam dua tahun. Belakangan, kata Faisal, Pertamina malah mengaku kemungkinan adanya penutupan sementara kilang-kilang tersebut karena mengalami kerugian. "Pemerintah menerima rekomendasi kita tapi kasih waktu ke Pertamina dua tahun. Makanya sekarang kita dorong pemerintah dorong Pertamina menjadi lebih sehat dan lebih cepat dari dua tahun," ujarnya. Menurut Faisal, BBM merupakan komoditas yang paling berdampak besar kepada masyarakat sehingga tata kelola penyaluran dan harganya seharusnya bisa transparan karena menyangkut hajat hidup orang banyak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Hendra Gunawan