KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom senior Faisal Basri menyatakan, tidak urgensi atau kedaruratan yang membuat pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) mesti segera dilakukan. Ketimbang melakukan pemindahan IKN, Ia menyebut pemerintah lebih baik menyelesaikan permasalahan yang ada saat ini. Faisal mengatakan, pertumbuhan ekonomi terus menunjukkan kecenderungan melambat. Pendapatan nasional per kapita merosot dan kembali turun kelas dari negara berpendapatan menengah-atas menjadi negara berpendapatan menengah-bawah. Kecepatan pemulihan ekonomi relatif lambat dibandingkan negara tetangga. Transformasi ekonomi tersendat karena ekspor masih didominasi oleh komoditas primer seperti CPO, batubara dan smelter nikel. Peranan industri manufaktur terus merosot dan turun sebelum mencapai titik optimal (gejala deindustrialisasi). Pekerja informal lebih besar dari pekerja formal.
Selain itu, penduduk insecure yakni penduduk miskin ekstrem, miskin, nyaris miskin dan rentan miskin, masih lebih dari separuh jumlah penduduk. Faisal juga menyoroti tidak adanya perencanaan terintegrasi antara perencanaan proyek dengan perencanaan keuangan. Baca Juga: KSP: IKN Jadikan Indonesia Tak Lagi Jawa Sentris “Apakah pemindahan Ibu Kota sudah sedemikian daruratnya? Tidak,” ujar Faisal dalam diskusi Pusat Kajian dan Analisa Data dikutip Minggu (30/1). Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad memproyeksikan, secara umum pertumbuhan ekonomi daerah tujuan pemindahan IKN akan meningkat 0,02%. Namun jika dilihat secara nasional secara jangka panjang tidak terlalu berpengaruh karena IKN dianggap hanya sebagai pusat pemerintahan yang basisnya konsumsi masyarakat yang tinggal di IKN dan bukan dari kontribusi sektor produktif. “Ini yang menyebabkan dalam jangka panjang secara ekonomi tidak punya pengaruh, bahkan tidak ada gunanya kalau kita lihat dari simulasi yang kami lakukan, meskipun mungkin ada tambahan investasi riil sebesar 0,21% tapi dari sisi ekspor menurun, bahkan impor jauh lebih tinggi,” ujar Tauhid. Sementara itu, kajian mendalam atas dokumen resmi pemerintah mengungkap sejumlah nama politisi nasional dan lokal yang diduga kuat akan mendapat keuntungan dari pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur. Kajian yang dilakukan selama lebih dari tiga bulan ini dilakukan koalisi masyarakat sipil yakni JATAM Nasional, JATAM Kalimantan Timur, WALHI Nasional, Walhi Kalimantan Timur, Trend Asia, Forest Watch Indonesia, Pokja 30, dan Pokja Pesisir dan Nelayan, yang dipublikasikan pada Desember 2019 lalu. Program Director Trend Asia, Ahmad Ashov Birry mengatakan, jika dilihat dari ring satu dan ring dua IKN, terdapat konsesi yang didominasi oleh Sukanto Tanoto dan Hashim Djojohadikusumo. Lalu diikuti oleh pengusaha – pengusaha lainnya yang terkait dengan 158 konsesi tambang, sawit hingga hutan. Baca Juga: Harapan Jokowi Terhadap Ibu Kota Baru di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur "Yang kami gunakan kerangka teorinya, poin pentingnya adalah konflik kepentingan," ujar Ashov dalam diskusi bertajuk "Ibu kota baru untuk siapa" Narasi Institute, Jumat (28/1).