Faisal Basri ungkap penyebab garam impor selalu merembes ke pasar lokal



KONTAN.CO.ID -   JAKARTA. Ekonom senior Faisal Basri mengungkapkan harga garam impor lebih murah. Hal itu membuat permasalahan dalam upaya swasembada garam termasuk untuk pemenuhan garam industri. Meski produksi bisa digenjot, harga juga harus bersaing dengan garam impor.

"Produksi petani harganya tidak nendang kalau bersaing dengan impor," ujar Faisal saat webinar yang digelar Forum Diskusi Ekonomi Politik (FDEP), Kamis (3/12).

Sebagai informasi, garam yang diimpor Indonesia mayoritas berasal dari Australia dan India. Dari total impor 2,69 juta ton pada tahun 2019, sebanyak 72% berasal dari Australia dan 27,7% berasal dari India.


Baca Juga: Kebutuhan industri tinggi, pemerintah genjot produksi garam lokal

Berdasarkan hitungan Faisal, harga garam tiba di pelabuhan dari India sekitar Rp 401 per kilogram (kg). Sementara untuk garam dari Australia sekitar Rp 551 per kg.

Harga garam lokal pun dinilai fluktuatif berkisar Rp 200 per kg hingga lebih dari Rp 1.000 per kg tergantung musim. Perbedaan tersebut membuat garam impor banyak merembes ke pasar konsumsi yang harusnya menggunakan garam lokal.

"Impor tidak sesuai dengan kebutuhan industri, ada garam yang merembes," terang Faisal.

Hal itu diungkapkan Faisal melihat tren impor yang naik lebih tinggi dibandingkan angka kebutuhan. Meski pun angka kebutuhan juga naik tapi tidak tinggi dan stabil.

Selanjutnya: Petambak sambut baik aturan wajib serap garam lokal

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli