Fakta kasus UPS dan Haji Lulung



JAKARTA. Kisruh dana siluman dalam pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) hingga triliunan rupiah yang terdapat pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2015 menimbulkan banyak pertanyaan. Apakah diperlukan dana sebesar itu untuk memasang perangkat penyokong daya listrik?

Seperti diberitakan, kisruh tersebut menyeret nama Wakil Ketua DPRD DKI Abraham "Lulung" Lunggana, yang belakangan dipanggil oleh penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Untuk diketahui, Lulung adalah anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PPP. Pada tahun anggaran 2014, Lulung menjabat sebagai koordinator Komisi E, komisi yang membidangi pendidikan.

Perkara dugaan korupsi lewat pengadaan UPS yang tengah diusut Polri itu terjadi pada tahun anggaran 2014. Kini, Lulung menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta.


Dalam perkara korupsi itu, polisi telah menetapkan dua tersangka, yakni Alex Usman dan Zaenal Soleman. Alex diduga melakukan korupsi saat menjabat sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan UPS Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat.

Sementara itu, Zaenal Soleman diduga melakukan korupsi saat menjadi PPK pengadaan UPS Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Pusat. Mereka dikenakan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Seperti diungkapkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama kepada KOMPAS.com, Senin (16/4) lalu, ada dugaan penyimpangan APBD 2014 saat pengadaan 49 UPS untuk 49 sekolah di Jakarta. Selain itu, kucuran anggaran pengadaan UPS ada yang mencapai Rp 5,8 miliar untuk satu sekolah. Di RAPBD tahun 2015, pengadaan UPS dianggarkan kembali dan menelan dana masing-masing Rp 3 miliar untuk 40 sekolah.

Selain itu, masih mengenai dana siluman pengadaan UPS, sebanyak 56 Kelurahan dan delapan Kecamatan di Jakarta Barat juga dianggarkan dalam pengadaan UPS masing-masing dengan nominal Rp 4,22 miliar. Namun, sejumlah camat dan lurah mengaku tidak pernah mengusulkan anggaran tersebut untuk pengadaan UPS.

Kurang dari Rp 150 Juta

Memang, pengadaan UPS tersebut diusulkan untuk pemasangan di beberapa sekolah, kantor kelurahaan, serta kecamatan di Jakarta. Namun, banyak pihak mempertanyakan nominal dalam anggaran tersebut sebagai hal yang tidak masuk akal.

Pasalnya, untuk pemasangan UPS tidak perlu berlebihan dalam pengajuan anggaran tersebut. Jika sekolah memang membutuhkan, bisa saja menggunakan perangkat UPS individu dengan fungsi sama, memberikan tenaga cadangan pada komputer saat listrik PLN mati. Selain fungsinya sama, harga per UPS pun relatif murah.

Sebetulnya, urusan UPS tidak terlalu rumit. Jika setiap sekolah punya 100 komputer, maka biaya yang diperlukan untuk pengadaan UPS itu tidak sampai Rp 150 juta. Saat ini, di pasaran sangat banyak ditawarkan UPS dengan harga relatif murah di bawah sekitar Rp 1 juta per unit.

Tentu saja, UPS sangat berguna dalam melakukan penyokong daya saat pemasok listrik utama dari PLN terputus mendadak akibat pemadaman. Pada saat-saat seperti itulah UPS sebagai salah satu komponen yang berperan penting.

UPS diperlukan sebagai cadangan atau back up energi listrik sementara. Dengan UPS, komponen di data center bisa terus mendapatkan daya listrik tanpa jeda saat perpindahan suplai energi ke genset.

Berdasarkan fungsinya, seperti dikutip dari situs Schneider Electric, UPS merupakan sebuah perangkat elektronik yang mampu menggantikan sementara, bahkan memperbaiki pasokan listrik yang diterima oleh satu atau beberapa perangkat yang dikoneksikan ke jalur keluaran UPS.

Ada tiga topologi UPS yang perlu diketahui masyarakat, yaitu offline UPS, online UPS atau yang dikenal dengan line-interactive UPS, serta true-online double conversion UPS. Ketiganya memiliki perbedaan sangat mendasar, terutama pada besaran waktu perpindahan dari sumber listrik utama atau PLN ke sumber listrik UPS, yaitu baterai. Jika terjadi putus aliran listrik dari PLN, jika beban yang akan di-back-up oleh UPS adalah beban kritikal, maka sebaiknya menggunakan True-online Double Conversion UPS karena waktu perpindahannya adalah nol detik.

Selain lamanya waktu perpindahan, yang perlu dicatat adalah keandalan dari masing-masing tipe terhadap kemampuan mengangani permasalahan yang timbul dari jaringan listrik PLN, yaitu antara lain adalah kemampuan menangani tegangan naik atau turun, harmonik, sag (mati sesaat atau berkedip), swell (lonjakan tegangan), pergeseran fase, dan kemampuan untuk menerima daya dari genset sebagai pengganti listrik PLN untuk beberapa jam per-hari.

Adapun tipe offline tetap berada dalam posisi idle selama catu daya yang ada normal dan stabil. Tipe ini hanya beraksi saat terjadi power failure.

Sementara itu, online UPS mempunyai baterai yang selalu terhubung dengan inverter sehingga tidak ada transisi sumber pemasok daya yang diperlukan saat terjadi pemadaman. Pada topologi UPS line interactive membutuhkan sedikitnya 20 ms untuk masa transisi dari pemasok daya utama ke baterai.

Beberapa waktu lalu, tipe online ini umumnya hanya digunakan untuk instalasi industri dengan daya 10KW atau lebih. Saat ini tipe tersebut juga mulai tersedia bagi konsumen rumah tangga dengan daya kurang dari 500 watt.

Pada umumnya tipe online lebih cocok digunakan apabila arus listrik kurang stabil dan pemadaman terbilang sering terjadi. Biasanya UPS jenis ini digunakan hanya untuk menggantikan listrik PLN selama 5 hingga 15 menit saja. Fungsinya untuk memberikan tambahan waktu dan pilihan bagi pengguna untuk mematikan perangkatnya atau menambah waktu hingga pasokan listrik kembali normal.

Kesimpulannya, memang ada beberapa fungsi dan tipe UPS yang bisa digunakan serta memiliki harga bervariasi. Pertanyaannya, apakah kisruh dana siluman mengenai pengadaan UPS dengan nominal hingga miliaran rupiah dirasa wajar atau memang jelas-jelas ada praktik penyelewengan dana? (Muhamad Malik Afrian)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie