Faktor politik ikut tentukan rating S&P



JAKARTA. Indonesia tengah menanti hasil pemeringkatan oleh Standard and Poor's (S&P) ke level layak investasi atau investment grade. Bermodalkan rating tersebut, Indonesia yakin arus dana asing bisa makin deras dan merangsang pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

S&P memang telah menaikkan outlook utang Indonesia menjadi positif dari stabil. Tapi, rating-nya masih tertahan di BB+, satu tingkat di bawah BBB- yang masuk kategori investment grade. Peningkatan rasio kredit bermasalah di Indonesia menjadi alasan S&P tak mengerek rating RI sejak ditunggu pertengahan tahun lalu.

Hanya saja, Muhammad Nafan Aji, analis Binaartha Parama Sekuritas menyatakan, faktor politik memegang peranan penting terhadap pemeringkatan tersebut. Bahkan, faktor politik bisa dinilai memberatkan Indonesia untuk mendapatkan kenaikan peringkat utang. 


"Kondisi politik di Tanah Air pasca-Pilkada DKI saat ini sedang disorot oleh lembaga-lembaga internasional, terutama Dewan HAM PBB," ujar Muhammad Nafan Aji kepada KONTAN, Minggu (14/5).

Dia menilai, bila pemerintah belum mampu menciptakan kondisi yang kondusif di tengah dinamika politik, hukum, dan keamanan, peluang S&P untuk menaikkan surat utang Indonesia menjadi investment grade semakin menipis. Padahal, dari faktor ekonomi, Indonesia sudah cukup siap. "Saya melihat secara fundamental makroekonomi masih relatif stabil saat ini," katanya.

Kestabilan indikator ekonomi itu, menurut dia terlihat di angka inflasi, pertumbuhan ekonomi yang semakin positif, cadangan devisa yang relatif meningkat, serta neraca perdagangan yang selalu mengalami surplus. Sehingga, menurutnya, hal ini dapat dijadikan acuan positif bagi S&P untuk mempertimbangkan dalam menaikkan rating surat utang Indonesia.

Dengan asumsi S&P menaikkan rating, dia memprediksi, Indeks Harga Saham Gabungan bisa menembus level 5.820 pada periode kuartal kedua tahun ini, alias sebelum Juli. Dia juga memprediksi, proyeksi IHSG sampai akhir tahun maksimal diantara level 5.950 sampai 6.000. Meskipun, akan tetap ada prediksi IHSG akhir tahun bisa lebih tinggi. 

"Yang penting sentimen positif baik secara internal maupun eksternal mendukung," ungkapnya. Sekadar mengingatkan, IHSG pada akhir Jumat lalu ditutup di level 5.675,22 setelah menguat 0,39%.

Salah satu dasar optimisme dia adalah lancarnya arus pembayaran utang pemerintah atau korporasi di Indonesia. Dia optimistis, risiko default tidak terjadi. "Kalau dilihat secara kinerja emiten Q1 2017 boleh saya katakan cukup positif," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia