Faktur pajak fiktif masih semarak



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerapan faktur pajak elektronik (e-faktur) ternyata masih memiliki kelemahan. Hal itu terbukti dari ditemukannya Sertifikat Elektronik dari 1.049 Wajib Pajak (WP) yang terindikasi merupakan penerbit faktur pajak tidak sah atau fiktif.

Pada Rabu (24/1) kemarin, Ditjen Pajak secara resmi telah menonaktifkan Sertifikat Elektronik dari 1.049 WP tersebut. Penetapan status suspend ini merupakan pelaksanaan dari Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER19/PJ/2017 tentang Perlakuan terhadap Penerbitan dan/atau Penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah oleh Wajib Pajak.

Ditjen Pajak memberikan waktu maksimal 30 hari kepada wajib pajak tersebut memberikan klarifikasi. Jika klarifikasi tidak disampaikan, maka wajib pajak tersebut tidak dapat lagi menerbitkan faktur pajak selamanya.


Namun jika wajib pajak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan oleh petugas pajak, maka tidak boleh memberikan klarifikasi. Wajib pajak hanya dapat memberikan keterangan beserta dokumen pendukung kepada Pemeriksa Bukti Permulaan atau Penyidik yang bersangkutan.

Ditjen Pajak akan mencabut status suspend bila wajib pajak mampu memberikan klarifikasi yang memenuhi  empat kriteria. Pertama, keabsahan identitas wajib pajak. Kedua, keberadaan serta kesesuaian atau kewajaran profil wajib pajak, pengurus atau penanggung jawab. Ketiga, keberadaan dan kewajaran lokasi usaha wajib pajak. Keempat, kesesuaian kegiatan usaha wajib pajak.

"Bila terindikasi wajib pajak melakukan tindak pidana perpajakan, seperti penerbit faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya atau belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), maka akan kami lanjutkan dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan," jelas terang Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama dalam keterangan tertulis, Kamis (25/1).

Ditjen Pajak mengakui praktik faktur pajak fiktif masih marak terjadi. Pada tahun 2016-2017, jumlah kasus faktur pajak fiktif mencapai 525 kasus dengan potensi kerugian negara mencapai Rp 1,01 triliun. "Ditjen Pajak secara konsisten dan berkesinambungan akan terus mengejar para penerbit faktur pajak tidak sah melalui penetapan status suspend dan penegakan hukum sehingga ruang gerak penerbit faktur akan semakin sempit dan kerugian negara semakin dapat diminimalkan," terang Hestu.

Pakar pajak dan Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analisys (CITA) Yustinus Prastowo berpendapat, masih maraknya kasus faktur pajak fiktif karena pengawasan yang lemah. "Ditjen Pajak harus menyempurnakan sistem pada e-faktur dengan sistem yang lebih komprehensif," sarannya. 

Selain itu, Ditjen Pajak juga harus memperkuat kontrol saat registrasi. Lalu ada pemeriksaan di lapangan secara periodik untuk memastikan kebenaran data di e-faktur dengan kondisi riil yang terjadi di tempat pengusaha.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati