Fasilitas Fraksionasi Plasma Pertama di Indonesia Akan Beroperasi Akhir 2026
Senin, 22 Desember 2025 16:55 WIB
Oleh: Tim KONTAN | Editor: Indah Sulistyorini
KONTAN.CO.ID - Pabrik SKPlasma Core Indonesia di Karawang, Jawa Barat, hampir menyelesaikan seluruh proses konstruksinya. Fasilitas fraksionasi plasma pertama di Indonesia dan terbesar di Asia Tenggara ini ditargetkan mulai beroperasi pada akhir 2026. Proyek strategis SK Plasma dan Indonesia Investment Authority (INA) tersebut membuka jalan bagi Indonesia untuk memproduksi terapi berbasis plasma darah di dalam negeri dari donor anak bangsa. Setiap tahun, Indonesia membuang sekitar 200.000 liter plasma darah akibat belum memiliki fasilitas pengolahan plasma di dalam negeri. Indonesia harus sepenuhnya mengimpor Produk Obat Derivat Plasma (Plasma Derived Medicinal Products/PODP) seperti imunoglobulin, albumin, dan Faktor VIII untuk memenuhi kebutuhan pasien. Dampaknya, biaya layanan kesehatan dan risiko pada pasien meningkat, terutama pada masa krisis seperti saat pandemi COVID-19 silam. Fasilitas fraksionasi plasma SKPlasma Core Indonesia dirancang dengan kapasitas pemrosesan sebesar 600.000 liter plasma darah per tahun, mengadopsi sistem dan model operasional fasilitas SK Plasma di Andong, Korea Selatan, yang telah beroperasi sejak 2018. SK Plasma merupakan anak usaha SK Group dari Korea Selatan yang telah memasok obat-obatan turunan plasma hingga ke 20 negara di seluruh dunia.
“Tujuan pendirian fasilitas ini tidak hanya bisnis, melainkan juga bernilai sosial. Dengan mendirikan pabrik ini, kami dapat menyediakan obat-obatan (turunan plasma) yang dibutuhkan, sehingga dapat lebih banyak melindungi masyarakat,” tutur Ted Roh, Presiden Direktur SKPlasma Core Indonesia, kepada KONTAN saat kunjungan awak media ke lokasi pabrik di Karawang International Industry City (KIIC) pada Kamis (18/12/2025).
Untuk menjalankan kolaborasi ini, SK Plasma dan INA membentuk entitas usaha patungan PT SKPlasma Core Indonesia, yang bertanggung jawab atas pembangunan, operasional, dan pengelolaan jangka panjang fasilitas tersebut. Pengembangan fasilitas plasma SKPlasma Core Indonesia sejalan dengan agenda transformasi kesehatan nasional untuk memperkuat ketahanan sistem kesehatan dan diperkuat oleh Peraturan Menteri Kesehatan No. 4 Tahun 2023, yang menetapkan pedoman regulasi fraksionasi plasma di Indonesia. “Kami sangat bangga SK Plasma memilih bermitra dengan INA untuk bersama-sama membangun fasilitas ini. Proyek ini tidak hanya mendatangkan investasi asing ke Indonesia, tapi juga mendorong ketahanan kesehatan nasional kita. Kita ingin menjadi mandiri, memproduksi obat sendiri di dalam negeri. Setelah kebutuhan domestik terpenuhi, kita dapat mengekspor ke luar negeri. Ini akan menempatkan Indonesia di level global, karena saat ini hanya 20 negara yang dapat melakukannya,” ujar Andre J. Cahyadi, Vice President of Investments INA yang turut hadir menyambut awak media.
Semakin terjangkau
Pembangunan fasilitas fraksionasi plasma ini telah berlangsung selama tahun 2024 dan 2025, dan ditargetkan beroperasi penuh secara komersial pada akhir tahun 2026. Seluruh fasilitasnya dibangun berdasarkan standar GMP (Good Manufacturing Practice) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sewaktu KONTAN menyambangi lokasi pabrik, progres pembangunan telah mencapai lebih dari 98%. Menurut rencana, SKPlasma Core Indonesia akan mulai memproduksi PODP secara lokal mulai tahun 2026 . Selain memperkuat ketahanan kesehatan nasional, pembangunan fasilitas ini juga membawa manfaat ekonomi dan sosial, termasuk transfer teknologi, pembukaan ribuan lapangan kerja baru, dan pengembangan tenaga kesehatan terampil bidang biomedis. Bersamaan dengan proses konstruksi fasilitas di Karawang, SK Plasma melakukan toll manufacturing. Plasma darah dari pendonor di Indonesia dikirimkan ke fasilitas fraksionasi SK Plasma di Andong, Korea Selatan, untuk diolah menjadi PODP. Plasma tersebut diolah menjadi dua jenis terapi utama, albumin dan immunoglobulin, yang akan dipasarkan di Indonesia dengan nama SK Albumin dan SK GammaBio. Kedua produk ini dijadwalkan tiba kembali di Indonesia pada Desember 2025. Saat fasilitas SKPlasma Core Indonesia beroperasi penuh akhir 2026 nanti, PODP yang dihasilkan selain albumin dan imunoglobulin juga mencakup Faktor VIII. PODP imunoglobulin digunakan untuk penanganan imunodefisiensi (kekurangan imun) dan penyakit autoimun, seperti primary immunodeficiencies (PID), sindrom Guillain-Barré (GBS), penyakit Kawasaki, serta immune thrombocytopenic purpura (ITP). GBS, PID, ITP, dan CIDP (Chronic Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy) termasuk kondisi medis yang ditanggung BPJS Kesehatan sehingga terapi menggunakan PODP imunoglobulin dapat memperoleh penggantian BPJS Kesehatan. Sementara itu PODP albumin umumnya digunakan meningkatkan kadar albumin dalam darah atau mengatur volume darah pada kondisi seperti hypoalbuminemia, syok hemoragik, luka bakar, penyakit hati, dan asites. Adapun PODP Faktor VIII digunakan untuk membantu pembekuan darah dalam menangani pendarahan pada Hemofilia A. “Produk kami memiliki kualitas dan teknologi yang lebih baik (dibandingkan produk impor), selain itu juga menggunakan plasma darah Indonesia, sehingga bisa lebih terjangkau untuk masyarakat Indonesia. Jika kami mulai produksi lokal pada 2027 nanti, saya meyakini harganya akan semakin terjangkau lagi,” jelas Ted. SKPlasma Core Indonesia bekerja sama dengan Palang Merah Indonesia (PMI) untuk menyediakan plasma darah yang akan diolah menjadi PODP. Mengingat plasma darah adalah bahan baku yang tak tergantikan untuk menghasilkan PODP, Andre J. Cahyadi, Vice President of Investments, INA , juga menekankan pentingnya kegiatan donor darah.
“Populasi Indonesia yang lebih dari 250 juta orang menjadi keunggulan dibandingkan negara lain yang dapat kita manfaatkan dan tingkatkan. Kita punya plasma yang berlimpah (sebagai bahan baku PODP). Semakin banyak orang yang mendonorkan darahnya, semakin banyak jiwa yang bisa kita selamatkan,” tandas Andre.