Fazil Erwin: Menebar aset di sektor energi



JAKARTA. Latar belakang pekerjaan bisa memengaruhi pola dan pilihan investasi seseorang. Lihat saja isi brankas Fazil Erwin Alfitri, Presiden Direktur PT Medco Power Indonesia yang mempercayakan investasinya pada instrumen investasi yang terkait dengan sektor-sektor energi. Ia percaya, prospek sektor energi kian cerah dari tahun ke tahun. Namun, pria kelahiran 48 tahun silam ini tak sembarangan memilih produk. Ia  disiplin menyebar risiko. "Investasi tak hanya mengejar return, namun juga bijak dalam memilih aset yang terjamin," tuturnya. Prinsip itu lahir dari pengalamannya dalam mengelola investasi pribadi. Fazil bercerita, ia mulai agresif berinvestasi di pasar saham sejak 1996. Sayang, ia tak sempat menikmati return tinggi lantaran investasinya di bursa saham terhempas krisis moneter. "Saya kejebur habis-habisan. Saya keluar dari investasi di saham pada 1998," kisahnya.Namun, kejadian itu tak membuat lulusan Mechanical Engineering  dari Lehigh University dan Wichita State University, Amerika Serikat ini gentar. Fazil tetap disiplin menabung dan memulai lagi investasi di saham di 2003. Sebagai amunisi tambahan, ia memupuk pengetahuan mengenai produk-produk investasi. Alhasil, profil risikonya kini mulai berubah menjadi investor yang lebih konservatif. Fazil mulai menyebar risiko di berbagai aset. Pilihan utamanya di surat utang alias obligasi. Namun karena tak ingin sembarang pilih obligasi, Fazil mempercayakan investasinya di surat utang milik pemerintah dan obligasi badan usaha milik negara (BUMN) yang risikonya lebih minim. Selain obligasi ritel negara (ORI) dan sukuk ritel, Fazil juga menyukai obligasi korporasi BUMN, seperti Pertamina dan PLN. "Yang utama, saya melihat penerbit obligasi dan kemampuannya membayar. Perusahaannya harus kuat," ujarnya.Setelah mencermati fundamental penerbit, Fazil tentu melihat yield to maturity. Sebelum berinvestasi, ia sudah punya acuan minimal return yang diinginkan, yakni berada di atas bunga deposito saat ini.Tak hanya di dalam negeri, Fazil bahkan berburu obligasi hingga ke mancanegara. Namun, ia tetap memilih obligasi dari korporasi besar dan sektor menarik, seperti energi. Misalnya, ia pernah mengoleksi obligasi milik Korea Gas Corporation dan Olam International Ltd.Selain obligasi, Fazil juga menyebar aset di instrumen saham. Lagi-lagi, ia lebih memilih saham-saham perusahaan yang bergerak di sektor energi, seperti PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), PT Indika Energy Tbk (INDY), dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Kini, porsi investasinya di saham dan obligasi seimbang, yaitu masing-masing 30%. Sisanya, di deposito.Investasi bodongPengalaman menjadi guru yang paling berharga bagi Fazil. Berbagai kejadian yang dialami selama mengelola investasi membawanya lebih bijak berinvestasi. Ia mengaku, sewaktu muda pernah tergiur investasi bodong. Saat itu, ia mendapat tawaran investasi telur bebek, dengan return cukup menggiurkan. Namun, akhirnya, imbal hasil yang dijanjikan macet, sehingga ia merugi hingga ratusan juta. "Waktu masih muda saya memang agresif, ingin cepat kaya. Tetapi saya makin belajar, tidak ada yang instan. Return besar, risiko pun makin besar," katanya.Makanya, bagi para investor pemula, Fazil berpesan agar berinvestasi di instrumen yang sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pasalnya, saat ini masih banyak produk yang tak jelas sumbernya. Fazil bilang, berinvestasi sejak masa muda sangat penting untuk menjamin masa depan, khususnya saat pensiun kelak. "Satu lagi yang menjadi pelajaran berharga, berinvestasi tak boleh tamak," ucapnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Dupla Kartini