Fed membuyarkan mimpi bunga kredit rendah



JAKARTA. Lupakan angan-angan menikmati bunga kredit rendah. Sebab, tren penurunan suku bunga deposito perbankan terhenti dan cenderung berbalik arah (reversal). Alhasil, nyaris mustahil menekan bunga kredit turun lebih rendah lagi jika bunga simpanan perbankan beranjak naik.

Kalagan perbankan mengerek bunga deposito untuk merespons keputusan The Federal Reserve yang menaikkan bunga acuannya 25 basis poin (bps) menjadi 0,50%-0,75% pada 14 Desember 2016.

Riset Mandiri Sekuritas memperlihatkan, dalam rentang sebulan terakhir hingga 16 Desember, tiga dari 12 bank yang disurvei telah menaikkan bunga deposito tenor 1 bulan dan 3 bulan. Besar kenaikannya antara 25 bps hingga 100 bps. Salah satunya, Bank Central Asia (BCA) yang menaikkan bunga deposito 1 bulan sebesar 100 bps menjadi 6% dari sebelumnya 5% untuk simpanan di atas Rp 2 miliar.


Bank Pan Indonesia (Panin) dan Bank Jatim pun melakukan hal serupa (lihat tabel). Dua analis Mandiri Sekuritas, Priscilla Thany dan Tjandra Lienandjaja dalam riset yang dipublikasikan 20 Desember menyatakan, kini terlihat reversal bunga deposito. Padahal, The Fed masih berniat mengerek bunga hingga tiga kali pada tahun 2017. Alhasil, peluang bank menggunting suku bunga kredit pun makin menipis.

"Kami memperkirakan bunga deposito akan naik lagi awal tahun 2017. Bank lain pun akan mengikuti langkah BCA," tulis Priscilla dan Tjandra.

Jan Hendra, Sekretaris Perusahaan BCA mengatakan, kenaikan bunga deposito ditempuh guna menarik dana repatriasi pada program pengampunan pajak. "Kami ingin menjadikan deposito sebagai instrumen andalan bagi dana amnesti pajak," ujar Jan kepada KONTAN, Rabu (28/12).

Sejak awal program amnesti pajak, BCA telah menghimpun Rp 37 triliun dana repatriasi. Dari jumlah itu sekitar Rp 18 triliun parkir di instrumen perbankan dan sisanya terserap ke instrumen investasi lain. Kenaikan bunga deposito membuat ruang penurunan bunga kredit menyempit.

Soal ini, Jan mengatakan, BCA akan mengikuti tren. Yang jelas, kondisi ke depan masih tidak menentu. Demi menutup risiko ketidakpastian tersebut, suku bunga kredit cenderung ada di posisi yang tinggi.

Doddy Ariefianto, Direktur Grup Risiko Perbankan dan Sistem Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengatakan, tahun depan likuiditas akan bertambah ketat. Bila The Fed menaikkan lebih dari 75 bps Fed rate, maka likuiditas bakal bermasalah. Apalagi, dengan prediksi pertumbuhan kredit minimal 10% dan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) cuma 7%-8%, maka akan terjadi ketimpangan pembiayaan.

"Loan to deposit ratio (LDR) pun cenderung lebih tinggi dari saat ini sekitar 91%," imbuh Doddy.

Dus, menaikkan menaikkan bunga deposito merupakan cara cepat untuk mendapat sumber likuiditas. Imbasnya, agak sulit meminta bank kembali memangkas bunga kredit hingga ke level satu digit.

Kata Doddy, profitabilitas bank saat ini sedang tertekan kredit macet. Perbankan pun memerlukan biaya untuk merestrukturisasinya. "Kesehatan perbankan seharusnya lebih diutamakan sebelum meminta bunga kredit turun ke satu digit," ujarnya.

Kendati peluang bunga kredit turun mengecil, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tetap yakin, program bunga satu digit masih bisa terwujud.

Kepala Eksekutif Bidang Pengawasan OJK Perbankan Nelson Tampubolon memperkirakan, pada akhir tahun depan suku bunga seluruh sektor kredit sudah satu digit kecuali bunga kredit mikro. "Bunga kredit mikro susah single digit, karena biaya overhead yang cukup tinggi," imbuh Nelson.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie