Feedloter kalah di tingkat kasasi, ini kata PPSKI



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan 32 perusahaan penggemukan sapi (feedloter) yang sebelumnya dihukum Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) lantaran diduga melakukan tindak monopoli.

Perusahaan-perusahaan ini terbukti melanggar ketentuan Pasal 11 dan Pasal 19 huruf (c) UU 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Terkait hal tersebut, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Rochadi Tawaf bahwa apa yang dilakukan feedloter adalah buah dari kebijakan pemerintah.


Dengan pembatasan impor 50.000 ekor pada triwulan ke III tahun 2015, membuat feedloter menahan pasokan daging sapi (Kartel) dengan tujuan agar pemerintah melonggarkan kebijakan kuota sapi impor.

“Dia waktu itu kan diturunkan importasi menjadi 50.000 ekor, kan akhirnya feedlot menjadi menjual sedikit yang disesuaikan dengan kemampuan kapasitas kandangnya secara bersama-sama, secara otomatis, karena itu bisnis,” kata Rochadi kepada Kontan.co.id, Senin (01/12).

Namun usaha feedloter ini justru melanggar hukum di mana hal ini berdampak pada lonjakan harga dan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat. Saat itu harga daging sapi melonjak hingga Rp 170.000 per kg.

“Kalau menurut saya apa yang dilakukan mereka itu, berbasis pada kondisi yang dilakukan pemerintah sendiri. Karena waktu itu diturunkan jumlah importasinya, artinya dia harus menjual sedikit-sedikit. Jadi memang mekanisme yang terjadi akibat kebijakan pemerintah dan itu disangkakan menjadi kartel. Kan lucu,” ungkapnya.

Rochadi menyebutkan bahwa hal ini terpaksa dilakukan feedloter lantaran memang supply yang tidak ada karena kebijakan pemerintah untuk menurunkan jumlah impor.

Ia mencontohkan misalkan feedloter biasanya mengimpor 100.000 ekor sapi dan diturunkan 50%. Otomatis feedloter menjual 50.000 ekor.

“Feedlot itu akan menjual produknya disesuaikan dengan barang yang dia punya. Jadi harga mahal, karena suplai emang enggak ada, ya harga pasti mahal otomatis. Jadi kalau keputusan MA menyatakan mereka bersalah ya saya jadi merasa aneh,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto