KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Manajemen Femina Group menunggak sebagian tunjangan hari raya (THR) pekerjanya. Mengutip siaran pers Forum Komunikasi Karyawan-Femina Group (FKK-FG), Kamis (14/6), manajemen Femina Group memotong hak THR karyawan dengan skema: Gaji di atas Rp 20 juta dibayar 50%, minimal Rp 12 juta.
Gaji > Rp10 - Rp 20 juta dibayar 60%, minimal Rp 8 juta. Gaji > Rp5 - Rp 10 juta dibayar 80%, minimal Rp 5 juta. Gaji sampai Rp 5 juta, THR dibayar penuh. Skema ini dilakukan sepihak, pemberitahuannya hanya berupa email dari HRD tanpa mengajak karyawan duduk bersama. Kondisi ini menyebabkan karyawan Femina Group pontang-panting menghadapi persiapan hari raya, karena sejak Juli 2017 hingga saat ini, gaji karyawan Femina Group juga dipotong dengan skema pembayaran antara 40% hingga 80% setiap bulan. Pemotongan THR ini juga pernah dilakukan sebelumnya. Pada 2017, pembayaran THR hanya sebesar 70% dari yang seharusnya diterima karyawan. Padahal, THR merupakan hak pekerja sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Berbagai kesulitan ini mendorong FKK-FG didampingi kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers) melaporkan pelanggaran ini, khususnya mengenai THR, ke Posko Pengaduan THR Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia pada Rabu (13/6).
Beragam inisiatif dan cara sudah dilakukan FKK-FG didampingi LBH Pers agar manajemen Femina Group lebih peduli pada nasib karyawannya. Diskusi melalui pertemuan bipartit dan tripartit yang dimediasi Suku Dinas Ketenagakerjaan Jakarta Selatan juga sudah dilaksanakan, namun belum memberikan
win win solution untuk kedua belah pihak. Karyawan sebagai pihak yang dirugikan diminta untuk terus bersabar tanpa adanya kejelasan pembayaran sisa THR dan utang gaji. Apabila karyawan memutuskan untuk mengundurkan diri, maka perusahaan juga menolak kompensasi uang pisah, yang sejatinya merupakan hak minimal pekerja sesuai dengan pasal 162 ayat (2) UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003. Beragam tindakan sepihak perusahaan ini membuat FKK-FG dan LBH Pers bertekad melanjutkan perselisihan ketenagakerjaan ini ke Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). "Ini adalah langkah terakhir mengingat beragam inisiatif dan cara, termasuk diskusi, telah diupayakan FKK-FG dan LBH Pers, namun belum berhasil mengetuk hati manajemen Femina Group," tulis FKK-FG dalam siaran pers. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini