Fenomena buzzer disebut buah dari keterbukaan informasi dunia digital



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fenomena buzzer tengah ramai diperbincangkan, pro mau pun kontra. Direktur Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo mengatakan, hadirnya buzzer juga karena buah demokrasi, media sosial, keterbukaan informasi dunia digital. 

“Siapapun bisa diorganisir sebagai kelompok, untuk digunakan baik politik maupun yang lain. Bisa digunakan untuk kepentingan apapun, bahkan sering sekali buzzer digunakan untuk kepentingan tertentu," ujar Karyono dalam keterangannya, Senin (15/2).

Menurutnya, perspektif buzzer menjadi negatif bila digunakan untuk kelompok tertentu dalam hal ini menyerang pemerintahan. Sebaliknya, ketika ada suara positif, malah pemerintah yang dituduh memelihara buzzer.


"Kadang tidak fair-nya, pemerintah dituduh mengorganisir, atau memelihara. Padahal pihak oposisi yang kerap menggunakan buzzer untuk menyerang pemerintah," ungkap Karyono.

Baca Juga: Kesan Jusuf Kalla setelah pernyataannya soal kritik pemerintah diserang buzzer

Begitu juga, kata dia, dengan kelompok oposisi pemerintah. Dia menyebut jika oposisi juga memiliki buzzer masing-masing.

Untuk menghalau itu semua, Karyono menyebut pemerintah menggunakan UU ITE, karena untuk menjerat kelompok-kelompok tertentu yang menggunakan buzzer.

Sementara, penggiat media sosial Ade Armando menganggap keberadaan buzzer dalam demokrasi bukanlah hal baru, sehingga tidak perlu untuk ditertibkan.

Menurut Ade, penggunaan influencer dan buzzer untuk mensosialisasikan sebuah program atau kebijakan tertentu merupakan hal yang tak terhindarkan di era digitalisasi seperti sekarang ini.

"Malah bodoh sekali ketika kita tahu persis bahwa kita bisa meraih sasaran dengan lebih cepat dan luas jika menggunakan influencer, tetapi tidak menggunakannya," ujar Ade.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto