Fenomena transaksi tidak wajar BHIT mulai diperiksa



JAKARTA. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) akhirnya mulai memeriksa fenomena transaksi tidak wajar saham PT Bhakti Investama Tbk (BHIT) yang sempat terjadi sejak Maret 2010 lalu. Regulator pasar modal mengambil tindakan tersebut setelah menerima sejumlah data yang layak dijadikan dasar bukti pemeriksaan.

Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyidikan Bapepam-LK Sarjito menjelaskan, data-data itu diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (BEI) dan pihak lain yang mengajukan laporan adanya kejanggalan terhadap transaksi tersebut. “Kami sudah mengeluarkan surat perintah untuk pemeriksaan Bhakti Investama,” katanya, akhir pekan lalu (24/9).

Namun, Sarjito mengaku belum memanggil manajemen BHIT untuk diperiksa. Saat ini, Bapepam-LK masih mempelajari seluruh laporan, dan fakta kasus yang terjadi. “Belum tahu kapan akan panggil manajemennya. Nanti kami atur dulu jadwalnya,” ujarnya.


Dasar pemeriksaan ini adalah dugaan pelanggaran aturan pasar modal mengenai keterbukaan terkait aksi penerbitan saham baru tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) BHIT. Sebab, sebelum muncul rencana Bhakti Investama untuk menerbitkan saham baru sebanyak 10% dari total saham yang tercatat, harga saham mereka sudah lebih dulu melambung tinggi.

Aktivitas tidak wajar perdagangan saham BHIT telah terjadi sejak pertengahan Februari 2010. Ketika itu, harga sahamnya meroket 225,58% ke Rp 700 per saham. Alhasil, pada 25 Februari 2010, BEI menghentikan sementara (suspensi) aktivitas perdagangan saham BHIT. Jumat lalu (24/9), harga saham BHIT Rp 114 per saham, turun 0,87% dari hari sebelumnya.

Direktur Pengawasan dan Kepatuhan BEI Uriep Budi Prasetyo menyatakan, ada enam broker yang diperiksa. Sayangnya, Urip bungkam soal identitas broker yang diperiksa tersebut.

Berdasarkan data perdagangan 24 Februari 2010, Bhakti Securities tercatat menjadi pembeli terbanyak dengan 6.980 lot. Kemudian diikuti E-trading Securities 6.832 lot, dan sejumlah sekuritas lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie