Fenomena Uptober Masih Mungkin Terjadi di Tengah Fluktuasi Pasar



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Fenomena Uptober diyakini bakal terjadi tahun ini di tengah fluktuasi pasar. Oktober masih dipandang sebagai bulan baik bagi pergerakan harga aset kripto.

Chief Executive Officer (CEO) Triv Gabriel Rey menilai bahwa Uptober masih sangat mungkin terulang kembali di tahun ini. Optimisme tersebut seiring berkurangnya tekanan dari suku bunga tinggi dan permintaan aset kripto terutama Bitcoin masih cukup tinggi.

Gabriel mengatakan, investor saat ini khawatir konflik Timur tengah antara Iran dan Israel akan menjadi perang berkepanjangan. Namun, kekhawatiran tersebut diharapkan hanya memicu koreksi sementara karena Iran mungkin mempertimbangkan biaya perang di tengah krisis ekonomi yang melanda.


Secara fundamental, tidak ada perubahan bagi Bitcoin. Bahkan, Bitcoin ETF mencatatkan volume besar pekan lalu dengan transaksi lebih dari US$ 1,1 miliar. Aplikasi Triv juga mencatat bahwa jumlah pelanggan ataupun transaksi tidak berkurang di platformnya.

"Ini artinya secara fundamental pasar kripto tetap stabil. Kalau melihat setelah ini perang mereda dan kondisi membaik, kita akan lanjutkan tren Uptober," ungkap Gabriel kepada Kontan.co.id, Kamis (3/10).

Baca Juga: Nilai Transaksi Kripto Tetap Bertumbuh di Tengah Fluktuasi Pasar

Gabriel menyebutkan, katalis positif akan mendukung pasar kripto di antaranya pemangkasan suku bunga, perekonomian global pulih, serta minat investor terhadap kripto tetap tinggi. Selain itu, efek halving Bitcoin yang diperkirakan terjadi setelah 6-8 bulan mungkin akan mulai terasa yang bisa mendukung harga BTC.

Financial Expert Ajaib Kripto, Panji Yudha menuturkan bahwa memasuki kuartal keempat, para trader Bitcoin tetap optimistis. Data menunjukkan bulan Oktober cenderung memberikan hasil positif bagi Bitcoin dengan rata-rata kenaikan mencapai 22,9% selama periode 2013-2023.

Dengan latar belakang pemotongan suku bunga di Amerika Serikat (AS), stimulus fiskal dan moneter yang signifikan dari China, banyak yang berharap bahwa likuiditas pasar akan meningkat, sehingga mendukung kinerja Bitcoin pada kuartal empat.

Terlebih lagi, menjelang pemilihan umum AS pada bulan November, kondisi yang menguntungkan dapat mendorong harga Bitcoin ke level yang lebih tinggi melampaui All Time High (ATH) Bitcoin di level US$ 73.750 menjadi ke kisaran US$ 80.000-US$ 90.000.

Baca Juga: Ini Daftar Exchange Kripto yang Sudah Mendapatkan Izin dari Bappebti

Panji menyoroti, pada pekan pertama kuartal baru ini, investor dapat memperhatikan data Non Farm Payroll (NFP) AS. Departemen Tenaga Kerja AS akan merilis data NFP bulan September pada hari Jumat (4/10), yang menjadi indikator utama kesehatan pasar tenaga kerja.

Adapun sebelumnya, data NFP Amerika bulan Agustus menunjukkan pelemahan sebesar 142 ribu, namun September diharapkan menunjukkan perbaikan menjadi 144 ribu.

Jika angka NFP lebih kuat dari yang diharapkan, The Fed mungkin akan mempertahankan atau bahkan memperketat kebijakan moneternya, yang bisa memperlambat pasar kripto. Sebaliknya, jika data pekerjaan AS lebih lemah, spekulasi mengenai pemotongan suku bunga yang lebih agresif oleh Fed bisa meningkat, sehingga memberi dukungan bagi aset kripto terutama Bitcoin dan Ether.

Baca Juga: Bitcoin Anjlok Tertekan Tensi Timur Tengah, Masih Adakah Peluang Uptober?

"Meskipun inflasi di AS menurun, pasar tenaga kerja tetap menjadi faktor penting dalam keputusan Fed ke depan,” sebut Panji dalam risetnya, Rabu (2/10).

Dari sisi teknikal, Panji menganalisis, jika BTC dapat bertahan di atas support US$ 60.000, maka potensi kembali naik ke sekitar MA-20 di US$ 62.500 dan resistance US$ 64.000. Sementara, jika terjadi penurunan di bawah US$ 60.000, maka BTC potensi lanjut melemah ke support selanjutnya di sekitar US$ 57.000.

Mengutip Coinmarketcap, Rabu (3/10), pukul 18.20 WIB, harga Bitcoin berada di posisi US$ 61.009. Aset kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar itu terkoreksi sekitar 0,20% dalam 24 jam terakhir dan anjlok 5.19% dalam sepekan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati