Ferrostaal siap investasi US$ 900 juta di Papua



JAKARTA. Perusahaan petrokimia asal Jerman, Ferrostaal AG, akan membangun kilang metanol dan dimethyl eter (DME) berbasis gas bumi di Papua Barat dengan nilai investasi US$ 900 juta. Pembangunan kilang DME itu akan dilakukan dalam satu hingga dua tahun mendatang.

Rencananya, kilang itu akan menjadi basis pengembangan metanol dan DME terintegrasi. Menurut Soenke Gloede, Senior Executive Manager Petrochemical Industry Ferrostaal, Ferrostaal akan membangun kilang berkapasitas satu juta ton metanol per tahun dan 150.000 ton - 200.000 ton DME per tahun.

Produk yang dihasilkan itu akan dimanfaatkan untuk kebutuhan domestik dan ekspor. DME bakal dimanfaatkan sebagai substitusi elpiji.


Menurut Gloede, pembangunan kilang di Papua Barat sangat cocok lantaran wilayah itu menyimpan sumber daya gas bumi yang cukup besar. "Nilai investasinya masih indikatif dan sangat bergantung pada proyeknya dan segala macam kebutuhannya,” kata Gloede, akhir pekan lalu.

Gloede menambahkan, investasi yang bakal ditanamkan perusahaannya juga sesuai dengan program pemerintah Indonesia untuk mengembangkan wilayah Indonesia Timur.

Menurutnya, proyek kilang DME itu akan mendapat pasokan gas bumi dari Kilang Tangguh, Papua. Dengan adanya pasokan dari Tangguh, maka produksi yang dilakukan akan lebih efisien dan berkelanjutan.

Gloede mengatakan, sebelum pembangunan kilang dimulai, Ferrostaal akan melakukan persiapan yang membutuhkan waktu sekitar satu hingga dua tahun. Persiapan tersebut menyangkut studi kelayakan hingga perizinan.

Nah, setelah semua persiapan selesai, barulah proses konstruksi mulai dikerjakan dalam waktu dua hingga tiga tahun. "Kilang kami perkirakan akan beroperasi pada tahun 2016," katanya.

Semen belum layak

Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mengatakan, Papua Barat memang direncanakan sebagai kluster industri petrokimia berbasis gas bumi. Ia pun menyambut baik masuknya Ferrostaal di industri petrokimia berbasis gas bumi di wilayah tersebut. "Rencana investasi itu akan menjadi salah satu agenda yang akan dibahas dalam pertemuan retreat antara Presiden, menteri-menteri ekonomi, dan kepala daerah di Bogor pada 18-19 April nanti," kata Hidayat.

Selain investasi di bidang petrokimia berbasis gas bumi, menurut Hidayat, ada juga investor lain yang berminat membangun pabrik semen di Papua. Namun, berdasarkan hasil kajian pemerintah, permintaan semen di Papua masih minim, sehingga investasi di sektor semen dinyatakan belum layak.

Untuk menekan tingginya harga semen di Papua yang kini bisa mencapai Rp 1 juta per sak, pemerintah akan segera membuat pelabuhan semen curah yang bisa digunakan untuk memasok semen ke wilayah tersebut. Tujuannya agar harga semen di sana bisa ditekan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: