KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Filipina memberikan bantahan keras atas pernyataan China terhadap klaim wilayah Laut China Selatan. Melalui pernyataan tertulis yang dipublikasikan Minggu (17/3) Departemen Luar Negeri Filipina menyuatakan bahwa pernyataan juru bicara Kementerian Luar Negeri China pada tanggal 14 Maret 2024 mengenai dugaan hak bersejarah dan klaim luas China di Laut Cina Selatan tidak berdasar dan menyesatkan. Filipina mengklaim telah lama memiliki kedaulatan dan menjalankan kendali administratif atas Bajo de Masinloc, serta berbagai wilayah di sebelah barat Palawan yang kini membentuk Kelompok Pulau Kalayaan.
Ciri-ciri ini muncul dan teridentifikasi dengan jelas dalam peta administratif Filipina pada masa kolonial Spanyol, termasuk Peta Filipina Murillo Velarde tahun 1734.
Sebagaimana telah diselesaikan dalam Putusan Arbitrase tahun 2016, klaim China atas hak bersejarah, atau hak kedaulatan atau yurisdiksi lainnya di luar batas hak maritim yang ditetapkan oleh Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), tidak memiliki dampak hukum. Filipina mempertahankan pendirian tegas terhadap klaim yang salah arah dan tindakan tidak bertanggung jawab yang melanggar kedaulatan, hak kedaulatan, dan hak asasi manusia Filipina, yurisdiksinya di domain maritimnya sendiri. Filipina tidak pernah menggunakan isu Laut Cina Selatan untuk meningkatkan ketegangan, menyesatkan komunitas internasional, atau merusak perdamaian dan stabilitas di kawasan. Karena itu, Filipina mendesak China untuk mempertimbangkan kembali posisi dan klaimnya yang tidak berdasar.
Baca Juga: Filipina Siap Menekan Balik China Jika Kedaulatan Maritimnya Terus Diabaikan Sebelumnya, Wang Wenbin, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, (11/3) menyatakan, masalah Laut Cina Selatan adalah masalah antara China dengan beberapa negara ASEAN. China berpendapat bahwa perselisihan maritim, termasuk perselisihan yang berkaitan dengan eksplorasi sumber daya, harus ditangani dengan baik dengan negara-negara yang berkepentingan langsung melalui negosiasi dan konsultasi. Eksplorasi sumber daya di Laut Cina Selatan tidak boleh merugikan kedaulatan teritorial dan hak serta kepentingan maritim China, dan ia menegaskan tidak seorang pun boleh melibatkan kekuatan di luar kawasan untuk ikut campur dalam masalah ini. Wang Wenbin menegaskan, posisi China tegas, negara-negara terkait tidak boleh meremehkan kedaulatan teritorial dan hak serta kepentingan maritim China, dalam upaya mereka mengeksplorasi sumber daya di Laut Cina Selatan.
Sehari berikutnya Wang Wenbin menyatakan China memiliki kedaulatan yang tidak dapat disangkal atas Nanhai Zhudao. "Tidak ada sengketa wilayah antara China dan Filipina di Laut Cina Selatan. Berdasarkan hubungan bilateralnya dengan Filipina dan perdamaian serta stabilitas di Laut Cina Selatan," katanya. China menyatakan telah telah mengajukan proposal kepada Filipina mengenai pengelolaan situasi di laut dan melaksanakan kerja sama maritim. Hal ini sepenuhnya menunjukkan ketulusan dan niat baik China dalam siap menangani perbedaan melalui negosiasi dan konsultasi. Sayangnya, Filipina belum menanggapi sebagian besar usulan tersebut dan sering melakukan pelanggaran dan provokasi di laut. "Tindakan seperti ini secara serius merusak suasana komunikasi dan kerja sama antara China dan Filipina. " katanya Wang Wenbin menyatakan posisi China mengenai masalah Laut Cina Selatan konsisten. Ia menyatakan China siap untuk terus bekerja sama dengan Filipina untuk menangani perbedaan dengan baik melalui dialog dan konsultasi. "Pada saat yang sama, kami akan mengambil langkah tegas untuk secara tegas menjaga kedaulatan teritorial serta hak dan kepentingan maritim kami," katanya.
Wang Wenbin (14/3) juga menyatakan aktivitas Tiongkok di Laut Cina Timur dan Selatan sepenuhnya konsisten dengan hukum domestik dan internasional dan tidak tercela. Sebaliknya ia menuding Amerika Serikat telah melakukan perjalanan ke belahan dunia lain hingga ke China untuk membentuk lingkaran eksklusif, mengerahkan kekuatan, dan melakukan provokasi. "Ini adalah aktivitas hegemonik yang terus-menerus. Kedaulatan teritorial dan hak serta kepentingan maritim Tiongkok tidak boleh dilanggar. Tiongkok memiliki tekad dan kemauan yang teguh untuk menegakkan hak-haknya yang sah. Kami akan dengan tegas menanggapi upaya negara mana pun yang melanggar hak dan kepentingan kedaulatan," katanya.
Baca Juga: Filipina Kembali Tegur Tindakan Berbahaya Militer China di Laut China Selatan Usulan Perdamaian
Sebelumnya kantor berita BBC menyebutkan, Pemerintah China menyatakan, Filipina telah mengabaikan usulan yang diajukannya untuk “menangani” perselisihan mereka di Laut Cina Selatan. Mengutip seorang pejabat senior China yang tidak disebutkan namanya, seperti dilaporkan kantor berita Manila Times bahwa kesepakatan itu "ditanggapi dengan tidak adanya tindakan oleh pemerintahan Marcos Jr. Presiden Ferdinand Marcos Jr menyatakan mereka tidak menolak kesepakatan tersebut, namun mengatakan bahwa kesepakatan tersebut berada pada premis yang "dipertanyakan". Laut Cina Selatan menjadi pusat sengketa wilayah antara China, Filipina, dan negara lain di ASEAN. Namun ketegangan antara Manila dan Beijing meningkat tajam dalam beberapa bulan terakhir.
Baca Juga: China Menuduh Filipina Sengaja Menciptakan Masalah di Laut China Selatan Inti permasalahannya adalah kapal yang membusuk di Second Thomas Shoal yang sengaja ditepikan oleh Filipina untuk memperkuat klaimnya atas dangkalan tersebut.
Selain itu misi rutin Filipina untuk membawa makanan dan kebutuhan pokok kepada segelintir tentara Filipina di kapal bernama Sierra Madre telah mengakibatkan pertemuan antara pengawal Penjaga Pantai Filipina dan Penjaga Pantai China. Manila Times, mengutip seorang pejabat senior Tiongkok yang tidak disebutkan namanya, melaporkan pada hari Senin bahwa China menawarkan proposal tersebut pada bulan April tahun lalu tetapi “tidak ditanggapi dengan tidak adanya tindakan oleh pemerintahan Marcos”. Laporan tersebut mengatakan usulan China termasuk mengizinkan misi pasokan Filipina ke Second Thomas Shoal, asalkan hanya melibatkan satu kapal dan tidak mengirimkan bahan bangunan dalam skala besar. Hal ini didasarkan pada “pemahaman” antara China dan pendahulunya, yakni Presiden Rodrigo Duterte.
Editor: Syamsul Azhar