Filipina Geram Kapalnya Ditembaki Meriam Air oleh Penjaga Pantai China



KONTAN.CO.ID - MANILA. Filipina pada hari Minggu (6/8) melayangkan kecamannya terhadap kapal Penjaga Pantai China setelah sebuah kapal pemasok militernya diadang hingga ditembaki dengan meriam air saat melintasi Laut China Selatan.

"Kapal Penjaga Pantai China pada hari Sabtu mengadang dan menembaki dengan meriam air sebuah kapal sewaan Filipina dalam kegiatan  rotasi pasukan rutin dan misi pasokan ulang dengan sembrono," kata Angkatan Bersenjata Filipina dalam pernyataannya, dikutip Reuters.

Militer Filipina juga menyebut bahwa aksi Penjaga Pantai China itu telah membahayakan orang yang ada di kapal serta melanggar hukum internasional.


Baca Juga: China Tawarkan Latihan Militer Bersama dengan Filipina

"Manuver berbahaya Penjaga Pantai China mencegah kapal kedua untuk menurunkan perbekalan dan menyelesaikan tugasnya," kata pernyataan tersebut.

Dalam laporannya dijelaskan bahwa insiden terjadi di dekat Second Thomas Shoal, yang oleh Filipina disebut Ayungin Shoal.

Pasca insiden, militer Filipina menyerukan Penjaga Pantai China dan Komisi Militer Pusat China untuk bertindak dengan hati-hati dan bertanggung jawab dalam segala tindakan demi mencegah kecelakaan yang akan membahayakan nyawa orang.

Baca Juga: Pembersihan Besar-besaran, Xi Jinping Tunjuk Kepala Persenjataan Nuklir China Baru

Klaim Wilayah China di Laut China Selatan

Dari kubu seberang, Juru bicara Penjaga Pantai China, Gan Yu, mengatakan bahwa China memiliki kedaulatan yang tak terbantahkan atas Kepulauan Spratly dan perairan sekitarnya, termasuk Second Thomas Shoal.

Yu justru mendesak kapal-kapal Filipina agar menghentikan segala aktivitasnya di kawasan tersebut.

"Kami mendesak pihak Filipina untuk segera menghentikan aktivitas pelanggarannya di perairan ini," tulis Yu lewat akun Penjaga Pantai China di WeChat.

Baca Juga: China Akan Libatkan Seluruh Warganya dalam Perang Melawan Spionase

China memang mengklaim kedaulatan atas hampir seluruh Laut China Selatan, sejumlah wilayah yang diklaim kini disengketakan dengan Malaysia, Vietnam, Brunei, Taiwan, dan Filipina.

Klaim China tersebut dinyatakan tidak berdasar oleh Pengadilan Tetap Arbitrase di Den Haag pada tahun 2016. Namun, China tidak menerima keputusan tersebut dan masih bertindak berdasarkan keyakinannya.