KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Filipina memicu kontroversi setelah meminta pengakuan resmi atas perluasan klaim landas kontinen di Laut China Selatan. Tidak hanya China yang merespons keras langkah Filipina, protes juga dilayangkan Malaysia dan Vietnam terkait klaim Manila di perairan sengketa tersebut. Namun, para pengamat meyakini protes dari negara-negara ASEAN lainnya tidak akan berujung pada tindakan nyata. Menurut pengamat, Filipina telah memperhitungkan reaksi negara-negara tetangga ketika bulan lalu mengajukan nota diplomatik berisi permohonan pengakuan klaim wilayah di Laut China Selatan ke PBB.
Pengajuan ini dilakukan di tengah ketegangan di laut sengketa tersebut, terutama dengan China. Namun, Filipina siap mengambil risiko demi mengamankan kepentingan maritim mereka. Dr. Collin Koh, peneliti senior di S Rajaratnam School of International Studies di Singapura, mengatakan saat ini adalah waktu yang tepat bagi Filipina untuk mengajukan permohonan tersebut setelah menggodoknya selama 15 tahun. "Iklim dalam negeri yang ada saat ini mempermudah pengesahan undang-undang baru... Selain itu, mungkin ini adalah salah satu jawaban dari Filipina atas tindakan China," katanya kepada CNA. Namun, langkah Manila ini juga menjadi tantangan bagi sekutu lama mereka, Amerika Serikat, yang saat ini tengah bersaing dengan China untuk mempengaruhi kawasan Asia Tenggara. Para pengamat memperingatkan, jika AS tidak menangani situasi ini dengan baik, perebutan laut sengketa dapat berujung pada konflik. Pasalnya, China semakin agresif di perairan tersebut. "AS tidak menginginkan terjadi sesuatu yang besar akibat pengajuan permohonan Filipina ini," kata Dr. Koh.
Baca Juga: Kapal Induk Shandong Milik China Melintas Dekat Filipina Menuju Latihan di Pasifik Filipina Ajukan Nota Diplomatik Nota diplomatik dari Filipina telah diajukan ke PBB pada 15 Juni lalu. Dalam nota tersebut, Filipina memohon pengakuan PBB untuk klaim atas perluasan landas kontinen di Laut China Selatan, tepatnya di lepas pantai barat pulau Palawan yang mencakup juga kepulauan Spratly yang dipersengketakan. Pemerintah Manila mengklaim, mereka berhak "menetapkan batasan terluar dari landas kontinen" hingga 350 mil laut, jarak maksimal yang diperbolehkan di bawah Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS). Pemerintah Beijing merespons pengajuan itu melalui nota diplomatik, meminta PBB untuk mempertimbangkan permohonan Filipina yang menurut mereka adalah pelanggaran serius atas kedaulatan dan yurisdiksi China di Laut China Selatan. China mengklaim hampir seluruh perairan Laut China Selatan yang mereka tandai dengan sembilan garis putus-putus (nine-dash line). Klaim China ini tumpang tindih dengan klaim batas maritim beberapa negara Asia Tenggara seperti Malaysia, Filipina, dan Vietnam. UNCLOS, yang telah diratifikasi oleh seluruh negara pengeklaim Laut China Selatan, termasuk China, menyebutkan bahwa negara kepulauan memiliki "hak kedaulatan untuk mengeksplorasi dan memanfaatkan sumber daya alam" di landas kontinen mereka. Dengan mengajukan permohonan pengakuan PBB, pemerintah Filipina berharap mendapatkan keuntungan ekonomi. "Dasar laut dan tanah di bawahnya... berpotensi memiliki sumber daya alam besar yang akan menguntungkan negara dan rakyat kami untuk beberapa generasi ke depan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Filipina untuk urusan laut dan kemaritiman, Marshall Louis Alferez, pada 15 Juni lalu. "Hari ini, kami mengamankan masa depan kami." Menurut lembaga riset Center for Strategic and International Studies (CSIS), Laut China Selatan diperkirakan memiliki cadangan gas alam hingga 190 triliun kaki kubik dan minyak bumi sebesar 11 miliar barel.
Baca Juga: Penjaga Pantai China Izinkan Filipina Evakuasi Orang Sakit di Laut China Selatan Waktu yang Tepat Bagi Manila Pertanyaannya adalah, mengapa harus sekarang Filipina melayangkan permohonan ke PBB? Pejabat Filipina mengatakan mereka telah menggodok nota diplomatik untuk PBB itu selama lebih dari satu setengah dekade, yang berarti sejak 2009 atau bahkan sebelum itu.
Itu adalah tahun ketika China mengajukan peta klaim sembilan garis putus-putus mereka ke PBB, sebagai respons atas pengajuan klaim bersama oleh Vietnam dan Malaysia atas landas kontinen di bagian selatan Laut China Selatan. Langkah China itu memancing respons dari Filipina yang menegaskan bahwa mereka mengendalikan wilayah di Kelompok Pulau Kalayaan beserta seluruh sumber daya kelautannya. Di tahun 2009 juga, Manila mengajukan klaim serupa kepada PBB untuk Benham Rise, dataran tinggi bawah laut di lepas pantai timur Filipina yang tidak terkait sengketa dengan China. Tiga tahun berselang, PBB baru memberikan pengakuan atas klaim itu. Menurut para pengamat, keputusan Filipina untuk menyerahkannya kepada PBB sekarang bukanlah sebuah kebetulan.
Editor: Handoyo .