JAKARTA. Film layar lebar buatan Indonesia semakin berkibar di negeri sendiri. Selama tahun 2016, tayangan sejumlah film buatan lokal di bioskop laris manis diserbu penonton. Lihat saja fenomena film Warkop DKI Reborn yang memecahkan rekor jumlah penonton terbanyak di dalam negeri. Film ini ditonton oleh sekitar 6,85 juta, dan menjadi rekor box office sepanjang sejarah film lokal. Secara umum, Ketua Asosiasi Perusahaan Film Indonesia (APFI) Ody Mulya Hidayat memperkirakan, jumlah penonton film lokal sepanjang tahun lalu lebih dari 35 juta atau naik 113% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sekitar 16,2 juta.
Hitungan KONTAN, jika harga tiket rata-rata Rp 25.000, nilai omzet film lokal sekitar Rp 875 miliar. Nah, tahun ini, Ody optimistis gairah film nasional masih kuat. Genre film yang berkembang masih seputar komedi, dan drama yang diangkat dari novel-novel ternama. Maklum genre inilah yang tepat dan disukai oleh masyarakat Indonesia. Raam Punjabi, Presiden Direktur dan Chief Executive Officer (CEO) PT Tripar Multivision Plus, menyatakan, film-film yang dirilis tahun ini akan banyak mendapatkan sambutan penonton. "Mudah-mudahan tahun ini jumlah penonton bisa tumbuh 50%," ungkapnya kepada KONTAN, Jumat (6/1). Tantangan industri film Apalagi para produser juga telah berkaca dari pengalaman membuat film di masa lalu. Waktu itu, film lokal tak berkembang akibat penulis naskah tidak mampu menghasilkan karakter yang menarik. Nah, tahun lalu, makin banyak film yang mampu menyajikan karakter yang kuat dan inspiratif. Meskipun prospek bisnis film masih positif, Ody dan Raam melihat tantangan perfilman nasional masih besar. Misalnya dari sisi permodalan dan menghasilkan cerita yang menarik. Modal ini penting lantaran dalam hitungan Raam, biaya memproduksi film terus meningkat. Persoalannya, semakin tinggi biaya produksi bukan jaminan kesuksesan film di pasaran. Sebagai gambaran, saat ini rata-rata biaya produksi sebuah film nasional Rp 4 miliar- Rp 20 miliar. Dengan modal produksi Rp 20 miliar, menurut hitungan Raam, diperlukan 1,5 juta penonton agar produsen film bisa balik modal. Sedangkan film berbiaya produksi Rp 4 miliar memerlukan 250.000 lebih penonton agar balik modal. Tantangan lain adalah niat pemerintah membuka 100% industri ini bagi investasi asing. Artinya investor asing bebas berbisnis di industri film dalam negeri. Pun demikian, Ketua Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi) Fauzan Zidni menilai, pembukaan sektor perfilman bagi asing, tidak membuat produsen film khawatir. "Saya percaya banyak penonton Indonesia yang lebih memilih film produksi lokal karena kedekatan secara bahasa," ujarnya.
Justru Fauzan menilai positif masuknya investasi asing di industri film baik di bidang produksi, distribusi dan pameran. "Justru boleh dibilang sekarang ini menjadi saat paling menggairahkan bagi pelaku industri film," tandasnya. Namun Ody tak mempersoalkan penguasaan 100% pemodal asing di bisnis bioskop, asal bukan di bidang produksi perfilman. Pertimbangan Ody, pembukaan ini akan membuat produsen film asing bebas masuk ke Indonesia dan memanfaatkan jumlah penonton yang berlimpah di negeri ini. Oleh karena itu, Ody berharap pemerintah membatasi masuknya produsen maupun film asing di dalam negeri. Tanpa itu, industri film layar lebar lokal yang mulai berkibar bisa surut lagi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie