Fintech dan pemerintah bahas soal pajak



JAKARTA. Indsutri financial technology (fintech) yang menjalankan bisnis peer to peer lending terus membenahi proses bisnis. Antara lain, soal perpajakan.

Wakil Ketua Asosiasi Fintech Indonesia Adrian Gunadi menyebut, pihaknya saat ini masih membahas soal aspek perpajakan dengan Ditjen Pajak.

Ada kemungkinan skema pajak yang dikenakan berubah.

Selama ini, dalam p2p lending, pajak yang dikenakan adalah pajak penghasilan PPh 21 bagi pemberi pinjaman yang diambil dari bunga atas pinjaman. "Yang bertugas memotong adalah si peminjam dan harus melampirkan bukti potongannya," katanya belum lama ini. Dia mengakui, proses ini panjang dan kurang efisien.

Selain itu, alasan skema pajak diubah karena bisnis ini kurang pas dilihat sebagai sarana investasi.

Bagi pemberi pinjaman, p2p lending menurutnya bisa menjadi salah satu ladang berinvestasi dengan tawaran bunga yang lebih tinggi ketimbang deposito.

Sehingga menurut Chief Executive Officer Investree ini, pajak dari keuntungan investasi merupakan opsi yang lebih tepat. "Jadi nantinya yang dikenakan adalah pajak final," ungkapnya.

Selain dinilai lebih tepat, ia menilai proses yang dijalankan pun akan lebih sederhana dan cepat.

Menurut Adrian, isu soal perpajakan kini menjadi hal yang makin diperhatikan oleh calon pemberi peminjaman. Termasuk dari calon pemberi peminjaman dari luar negeri yang banyak menanyakan soal sistem perpajakan di Indonesia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia