KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan penyelenggara fintech peer to peer (P2P) lending saat ini diburu waktu untuk memenuhi kewajibannya memiliki ekuitas minimal sebesar Rp 12,5 miliar paling lambat pada Juni 2025. Hal ini menjadi amanat dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi. Ketua Bidang Humas Asosiasi Fintech Pendanan Bersama Indonesia (AFPI), Kuseryansyah menuturkan, solusi yang bisa dilakukan industri fintech P2P lending agar bisa memenuhi kewajiban tersebut yakni dengan mendorong peningkatan profit perusahaan sehingga ekuitas bisa bertambah.
Baca Juga: Modal Rakyat Sambut Positif Batas Maksimum Pembiayaan Produktif Menjadi Rp 5 Miliar “Memang kalau dengan cara meningkatkan laba cukup sulit apalagi ada tenggat waktu dari OJK. Tapi industri juga bisa menggunakan opsi merger. Merger sangat baik tapi tidak mudah karena jika dia fintech P2P lending digabung tapi posisinya sama-sama minus juga penggabungan itu meaningless," kata Kuseryansyah saat ditemui usai media gahtering AFPI 2025, Bandung, Kamis (23/1). Kendati begitu, Kusersyansyah melihat masih ada opsi lainnya yang bisa membantu industri fintech P2P lending yaitu dengan melalui suntikan modal investor. Menurut dia, saat ini banyak investor yang minat masuk ke Indonesia untuk pendirian platform fintech P2P lending atau pinjaman daring, namun sayangnya terhambat karena adanya mandatori OJK yang berlaku sejak awal 2020. “Di mana OJK menutup perizinan penyelenggara P2P lending baru di Indonesia, itu yang menjadi hambatannya,” kata dia. Dengan begitu, Kusersyansyah mengatakan solusi yang bisa dilakukan agar investor tetap bisa masuk yaitu, dengan menambah pembiayaan mereka kepada perusahaan fintech P2P lending yang sudah berizin, atau bahkan bisa mengakuisisi kepemilikan perusahaan. Baca Juga: Modal Rakyat Sambut Positif Batas Maksimum Pembiayaan Produktif Menjadi Rp 5 Miliar “Jadi sekarang itu bisa, karena semua platform sudah melewati lock-up period. Ketika berizin ada lock-up period untuk tidak menjual sahamnya. Tapi semua platform sudah melewati itu, jadi mereka sudah terbuka memanggil investor, dari manapun yang sah sesuai regulasi OJK, asing bisa lokal bisa," kata dia. Lebih jauh lagi, dia menilai apabila perusahaan fintech P2P lending tersebut ingin meningkatkan ekuitasnya, pasti secara naluri mereka akan gencar melakukan penjajakan.