Fintech Lending Indonesia Banyak Diminati Lender Luar Negeri, Ini Pemicunya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri fintech peer to peer (P2P) lending tampaknya makin menarik perhatian lender dari luar negeri. Pengamat Teknologi sekaligus Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi menyampaikan hal itu salah satunya disebabkan pangsa pasar fintech lending yang masih besar di Indonesia.

"Selain itu, ada faktor bunga yang dikenakan ke borrower tinggi sehingga imbal hasil yang didapatkan juga menjanjikan," ujarnya kepada Kontan, Minggu (4/8).

Meskipun demikian, Heru menilai bunga yang dikenakan fintech lending semestinya tidak besar jika dibandingkan bunga perbankan konvensional. Menurutnya, bunga yang dikenakan fintech lending Indonesia begitu tinggi dibandingkan fintech lending di luar negeri.


Baca Juga: Lender dari Luar Negeri Ramai Masuk ke Indonesia, Ini Penyebabnya

"Sebut saja, di Timur Tengah, seperti Uni Emirat Arab, bunga di sana tergantung kesepakatan antara lender dan borrower, bahkan semacam dilelang. Borrower bisa memilih meminjam dari lender berdasar tenor, bunga, dan syarat peminjaman," tuturnya.

Heru menerangkan bunga yang dikenakan rata-rata fintech lending di luar negeri itu bergerak antara 6%-36% dalam setahun atau sama dengan bunga meminjam di bank. Namun, dia bilang fintech lending Indonesia sangat tinggi atau bisa mencapai 108% setahun. 

"Tentu sudah tergolong rentenir. Selain itu, makin tinggi bunga, maka gagal bayar akan makin tinggi juga," ucapnya.

Atas dasar hal itu, Heru menyebut bisa saja lender luar negeri, termasuk perorangan, meminjam di negaranya sendiri, kemudian uang mereka dipinjamkan lagi ke peminjam di Indonesia lewat fintech lending. Menurutnya, hal itu saja sudah untung bagi para lender luar negeri.

Baca Juga: GandengTangan Gaet Finku Targetkan Penyaluran Pinjaman Rp 5 Miliar di Akhir 2024

Heru juga menyampaikan fintech lending harus tetap waspada dengan maraknya pendanaan dari lender luar negeri. Sebab, bukan tak mungkin uang tersebut bisa saja terindikasi money laundry.

"Jadi, fintech P2P lending harus waspada apabila dapat pendanaan besar dari luar negeri. Sebab, bisa saja itu money laundry," kata Heru.

Sebagai informasi, data statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat jumlah pemberi pinjaman (lender) fintech peer to peer (P2P) lending dari luar negeri berdasarkan entitas perorangan naik drastis per Mei 2024 sebanyak 651, dengan nilai outstanding Rp 1,88 triliun. Adapun per Mei 2023, sebanyak 196, dengan nilai outstanding Rp 683 miliar. Per April 2024, ada 167 entitas, dengan nilai outstanding pinjaman Rp 1,63 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli