JAKARTA. Hari ini, Senin (1/6), Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan inflasi selama Mei. Para ekonom memperkirakan inflasi di bulan Mei lebih tinggi dari bulan sebelumnya di kisaran 0,4%-0,5% (month to month), lebih tinggi dari April yang masih 0,36% (month to month) dan 6,79% (year on year). Tingginya inflasi Mei akibat kenaikan sejumlah harga bahan pokok. Sebab itu pemerintah harus bisa menstabilkan harga bahan pokok secara efektif menjelang puasa dan lebaran, dan sesudahnya. Untuk kebutuhan itu, menurut Firmanzah, ekonom yang kini menjadi Rektor Universitas Paramadina, pemerintah perlu segera mengesahkan Peraturan Presiden tentang pengendalian harga kebutuhan pokok dan barang penting lainnya. Berikut ini opini lengkap Firmanzah, Rektor Universitas Paramadina sekaligus Guru Besar FEB Universitas Indonesia tentang pengendalian inflasi yang telah dimuat di Harian KONTAN pekan lalu (28/5). Selamat membaca:
Siklus tahunan menjelang bulan suci Ramadan, risiko inflasi relatif meningkat akibat peningkatan harga sejumlah bahan pokok. Peningkatan harga ini bisa diakibatkan oleh kurangnya pasokan di tengah tingginya permintaan, bisa juga spekulasi dagang yang dilakukan oleh pihak tertentu, atau juga sumbatan dalam rantai distribusi. Menghadapi lonjakan permintaan yang tinggi, keamanan pasokan, supply-side, perlu pengamanan. Perencanaan, implementasi dan sistem monitoring lintas kementerian/ lembaga perlu dirancang sejak dini untuk menghindari lonjakan harga. Koordinasi dan komunikasi antar kementerian/lembaga sangatlah strategis. Selain itu juga perlu koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah agar implementasi pengamanan pasokan dan stabilisasi harga berjalan efektif. Kebijakan stabilisasi harga selama ini dilakukan melalui mekanisme penetapan harga eceran tertinggi dan terendah untuk bahan pokok tertentu atau melalui operasi pasar. Melalui operasi pasar, keseimbangan supply-demand tetap terjaga dan lonjakan harga yang tidak wajar dapat dihindari. Operasi pasar untuk menyasar target masyarakat tertentu juga sangat membantu daya beli, utamanya bagi golongan menengah ke bawah. Rentan kendali jalur distribusi kebutuhan pokok yang selama ini di luar kendali pemerintah membutuhkan intervensi agar beban lonjakan harga tidak terlalu memberatkan. Dari sisi biaya transportasi, koordinasi antara pemerintah dengan perusahaan penyedia jasa transportasi atau Organda juga sangat penting. Hal ini untuk membangun kesepahaman berapa nilai harga (pricing) yang wajar, baik bagi penyedia jasa transportasi maupun konsumen. Bagi masyarakat, stabilitas harga kebutuhan pokok merupakan hal yang utama. Namun seiring meningkatnya permintaan bulan suci Ramadhan, biasanya harga sejumlah komoditas bahan pokok akan merangkak naik, mulai beras, gula, minyak goreng, telur, kacang tanah, tepung terigu, dan lain sebagainya. Bahkan khusus untuk komoditas beras yang beberapa waktu sempat memicu wacana impor akibat kelangkaan pasokan, terjadi fenomena yang menarik karena harga beras di tingkat konsumen akhir meningkat tetapi harga gabah kering justru anjlok. Kondisi ini mengkonfirmasi adanya persoalan dengan sistem tata niaga perberasan. Margin yang diterima petani semakin menipis bahkan berpotensi merugi sementara intermediaries semakin kuat pempengaruhi tingkat harga pada konsumen akhir. Sinkronisasi dan koordinasi Persoalan lonjakan harga, kelangkaan pasokan, atau terkendalanya sistem distribusi merupakan persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh satu kementerian saja. Koordinasi dan respon yang tanggap dari sejumlah kementerian, seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Bulog, dan lembaga terkait lainnya sangat diperlukan, sehingga solusi yang diambil tidaklah bersifat insidental, sporadik, dan hanya menghilangkan gejala sementara. Tidak hanya itu, terkait adanya inefisiensi pada rantai distribusi yang mendorong lonjakan harga memerlukan respon dan penanganan yang komprehensif. Persoalan inefisiensi ini merupakan persoalan besar yang tidak hanya menghadirkan ekonomi biaya tinggi, tetapi juga mendorong mental rente yang hanya akan membebani pembangunan. Namun di sisi lain, persoalan infrastruktur khususnya di bidang pengangkutan barang juga menjadi persoalan besar, sehingga membuka celah bagi para pemburu rente untuk mengambil keuntungan. Selain ketegasan dari sisi penegakan hukum, perbaikan tata niaga kebutuhan pokok beserta kualitas dan ketersediaan infrastruktur perlu terus ditingkatkan. Secara teknis, lonjakan permintaan menjelang bulan suci puasa dan hari raya Idul Fitri yang tidak diikuti dengan ketersediaan pasokan yang memadai akan mendorong kenaikan harga. Pemerintah melalui UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan tentunya bertanggung jawab untuk memastikan ketersediaan pasokan melalui sejumlah instrument yang dimiliki. Misalnya, meminta BUMN pangan untuk membantu dalam pengendalian pasokan, bekerja sama dengan pelaku usaha agar tidak menimbun, berkomunikasi dengan sejumlah intermediaries di seluruh titik rantai distribusi pasokan, dan lain sebagainya. Apabila pasokan dalam negeri ternyata sudah tidak memadai, instrumen impor bisa digunakan. Namun perlu dicatat bahwa impor adalah pilihan terakhir yang perlu dilakukan.