JAKARTA. Direktur Investigasi dan Advokasi FITRA, Uchok Sky Khadafi, mengkritik minimnya pendapatan pajak yang diperoleh negara dari sektor migas. Hal ini disebabkan 60 % perusahaan tambang tak bayar pajak dan inkonsistensi penggunaan tarif pajak dalam perhitungan pajak penghasilan minyak dan Gas Bumi (PPh Migas) dan perhitungan Bagi Hasil Migas. Saat dihubungi Kontan, Jumat (5/7), Ucok merujuk pada pernyataan Ketua KPK Abraham, Rabu (3/7), bahwa 60% perusahaan tambang tidak membayar pajak dan royalty ke negara. Menurut Ucok, pernyataan Abraham mungkin bisa dibenarkan. "Karena, bila melihat dari pajak migas, memang sangat minim sekali," ujar Ucok. Ucok lalu memberikan gambaran berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang telah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menurutnya, total realisasi Pajak PPh Migas sebesar Rp 83,4 triliun untuk tahun 2012. Angka ini naik tajam dibandingkan tahun 2011 sebesar Rp 73 triliun. Anehnya, menurut Ucok, target Pendapatan PPh Migas Tahun 2013 dalam APBNP hanya naik tipis menjadi Rp 74,2 triliun. Ucok mengakui, terdapat kenaikan Pendapatan pajak PBB pertambangan. Pada tahun 2012 diperoleh pendapatan sebesar Rp 565,2 miliar. Angka ini naik dibandingkan tahun 2011 yang sebesar Rp 397,6 miliar. Namun penurunan terjadi pada pendapatan pajak PBB Migas. Pada tahun 2012, diperoleh pendapatan sebesar Rp19,7 triliin. Angka ini menurun dibandingkan tahun 2011 sebesar Rp 20,4 triliun. Fakta mengejutkan muncul juga dari Pendapatan PPn Batubara yang mengalami penurunan drastis. Pada tahun 2012 hanya diperoleh pendapatan sebesar Rp769.733. Padahal, pada tahun 2011 berhasil diperoleh pendapatan sebesar Rp 61.093.244. Ucok menyimpulkan, dari gambaran di atas, tren pendapatan pajak migas angkanya tidak tegak lurus naik ke atas. Justru, di sebagian sektor, pendapatan malah terlihat turun drastis. "Padahal, akibat pertambangan ini, banyak yang merusak lingkungan dan pendapat negara dari sektor Migas tidak bisa diandalkan untuk memperbaiki lingkungan yang rusak," beber dia. Ucok juga mengakui adanya persoalan lain terkait minimnya pendapatan pajak sektor migas. Berdasarkan LKPP pada tahun 2011, ditemukan bahwa terdapat inkonsistensi penggunaan Tarif pajak dalam perhitungan pajak penghasilan minyak dan Gas Bumi (PPh Migas) dan perhitungan Bagi Hasil Migas. "Akibatnya pemerintah kehilangan potensi penerimaan sebesar Rp 2,35 triliun," kata Ucok.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Fitra: 60% perusahaan pertambangan tak bayar pajak
JAKARTA. Direktur Investigasi dan Advokasi FITRA, Uchok Sky Khadafi, mengkritik minimnya pendapatan pajak yang diperoleh negara dari sektor migas. Hal ini disebabkan 60 % perusahaan tambang tak bayar pajak dan inkonsistensi penggunaan tarif pajak dalam perhitungan pajak penghasilan minyak dan Gas Bumi (PPh Migas) dan perhitungan Bagi Hasil Migas. Saat dihubungi Kontan, Jumat (5/7), Ucok merujuk pada pernyataan Ketua KPK Abraham, Rabu (3/7), bahwa 60% perusahaan tambang tidak membayar pajak dan royalty ke negara. Menurut Ucok, pernyataan Abraham mungkin bisa dibenarkan. "Karena, bila melihat dari pajak migas, memang sangat minim sekali," ujar Ucok. Ucok lalu memberikan gambaran berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang telah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menurutnya, total realisasi Pajak PPh Migas sebesar Rp 83,4 triliun untuk tahun 2012. Angka ini naik tajam dibandingkan tahun 2011 sebesar Rp 73 triliun. Anehnya, menurut Ucok, target Pendapatan PPh Migas Tahun 2013 dalam APBNP hanya naik tipis menjadi Rp 74,2 triliun. Ucok mengakui, terdapat kenaikan Pendapatan pajak PBB pertambangan. Pada tahun 2012 diperoleh pendapatan sebesar Rp 565,2 miliar. Angka ini naik dibandingkan tahun 2011 yang sebesar Rp 397,6 miliar. Namun penurunan terjadi pada pendapatan pajak PBB Migas. Pada tahun 2012, diperoleh pendapatan sebesar Rp19,7 triliin. Angka ini menurun dibandingkan tahun 2011 sebesar Rp 20,4 triliun. Fakta mengejutkan muncul juga dari Pendapatan PPn Batubara yang mengalami penurunan drastis. Pada tahun 2012 hanya diperoleh pendapatan sebesar Rp769.733. Padahal, pada tahun 2011 berhasil diperoleh pendapatan sebesar Rp 61.093.244. Ucok menyimpulkan, dari gambaran di atas, tren pendapatan pajak migas angkanya tidak tegak lurus naik ke atas. Justru, di sebagian sektor, pendapatan malah terlihat turun drastis. "Padahal, akibat pertambangan ini, banyak yang merusak lingkungan dan pendapat negara dari sektor Migas tidak bisa diandalkan untuk memperbaiki lingkungan yang rusak," beber dia. Ucok juga mengakui adanya persoalan lain terkait minimnya pendapatan pajak sektor migas. Berdasarkan LKPP pada tahun 2011, ditemukan bahwa terdapat inkonsistensi penggunaan Tarif pajak dalam perhitungan pajak penghasilan minyak dan Gas Bumi (PPh Migas) dan perhitungan Bagi Hasil Migas. "Akibatnya pemerintah kehilangan potensi penerimaan sebesar Rp 2,35 triliun," kata Ucok.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News