KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pemerintah untuk mewajibkan penggunaan bahan bakar beretanol mulai tahun 2026 menuai beragam tanggapan dari kalangan otomotif. Reviewer otomotif sekaligus pembalap nasional Fitra Eri menilai kebijakan ini perlu dilakukan secara bertahap agar industri otomotif dan bahan bakar memiliki waktu beradaptasi. Baca Juga: Ini Untung Rugi Penggunaan Etanol dalam Bahan Bakar
Selain itu, etanol memiliki sifat mudah menyerap air dari udara, yang berpotensi menimbulkan korosi pada komponen mesin, terutama di negara beriklim lembap seperti Indonesia. Baca Juga: Pertamina Klaim Produk Pertalite Tak Mengandung Etanol “Aman digunakan, asal base fuel-nya dan aditifnya memang dirancang untuk bekerja dengan campuran etanol. Tapi banyak SPBU swasta sekarang belum siap, karena aditif mereka dibuat untuk bahan bakar tanpa etanol,” kata Fitra. Fitra menambahkan, tidak semua kendaraan di Indonesia siap menggunakan BBM beretanol. “Mobil modern umumnya tahan dengan etanol, tapi mobil keluaran tahun 1980–1990-an belum tentu. Jadi, industri otomotif perlu waktu memastikan kendaraan yang dijual ke masyarakat sudah kompatibel,” ujarnya. Ia menilai, pemerintah sebaiknya memberi waktu adaptasi bagi produsen otomotif dan penyedia BBM untuk menyesuaikan spesifikasi produk mereka. Baca Juga: Mandatori Bensin Campuran Etanol 10% Sudah Dapat Restu Presiden Prabowo “Perubahan ini boleh, tapi jangan mendadak. Berikan kesempatan industri menyesuaikan diri supaya konsumen mendapat bahan bakar berkualitas dan mesin yang tahan lama,” tegas Fitra Eri. Sebagai informasi, konsumsi BBM nasional saat ini mencapai sekitar 1,6 juta barel per hari (bph), sementara produksi minyak domestik hanya 600.000 bph.