JAKARTA. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menilai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2009-2014 tidak memberikan porsi besar bagi rakyat dalam bidang anggaran. Sekretaris Jenderal Fitra Yenny Sucipto mengatakan, dalam menjalankan fungsi
budgeting, DPR lebih berpihak kepada kepentingan politik kelompok tertentu tanpa memperhatikan kepentingan rakyat. "Yang paling pahit adalah saat DPR menaikkan harga BBM (bahan bakar minyak). Kenaikan BBM menjadi ajang tawar-menawar antarparpol di DPR," ujar Yenny dalam jumpa pers di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (10/3/2014).
Dia mengatakan, DPR seharusnya tidak perlu mencabut subsidi BBM dengan alasan kesehatan fiskal. Biaya subsidi BBM, kata Yenny, seharusnya dapat ditutup dengan laba ditahan di badan usaha milik negara (BUMN) yang kisarannya mencapai Rp 407,5 triliun pada tahun anggaran 2012. "Tapi DPR malah memilih untuk menambah utang baru sebesar Rp 63,4 triliun dalam APBN-P 2013," ujarnya. Yenny juga mengkritik postur APBN yang ia sebut tidak pro-rakyat. Di antaranya adalah anggaran kesehatan yang hanya berkisar 2 persen, sektor pertanian sekitar 3-4 persen, dan infrastruktur sebesar 10 persen. Sementara itu, cicilan utang dan bunga utang justru mendapat porsi 20 persen dalam APBN. Menurut Yenny, DPR justru mengalokasikan anggaran yang begitu besar untuk pos-pos lain, seperti dana penyesuaian atau dana optimalisasi. Dana yang didiskresi melalui Badan Anggaran DPR ini, kata dia, sangat rawan digunakan untuk kepentingan elite-elite politik.
Yenny menyebutkan, Pasal 23 Ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa APBN adalah perwujudan pengelolaan keuangan negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, ia mendorong masyarakat Indonesia untuk memilih calon legislatif yang berkualitas dalam hal anggaran. Jika tidak, maka dikhawatirkan akan menimbulkan ketidakberpihakan anggaran bagi rakyat. "Fungsi
budgeting itu penting karena berhubungan dengan pengelolaan uang untuk rakyat. Politik oligarki, kroni, di bidang anggaran akan kembali mendominasi, didominasi wajah lama," kata Yenny. Pada hari sebelumnya, anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Divisi Korupsi Politik, Donal Fariz, kecewa terhadap pembengkakan anggaran DPR RI tahun 2015 yang mencapai lebih dari Rp 700 miliar. Menurut Donal, pembengkakan anggaran itu merupakan bentuk korupsi kebijakan karena dilakukan secara sadar. (Rahmat Fiansyah) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dikky Setiawan