Fitra: Kenaikan elpiji sudah



JAKARTA. Koordinator Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Uchok Sky Khadafi mengatakan kenaikan harga gas elpiji 12 Kg dari Rp 90.000 ke Rp150.000 merupakan "Kado Istimewa tahun Baru" dari Pemerintah kepada masyarakat.

Hal itu menurut Uchok dikarenakan kenaikan ini sudah direncanakan. Paling tidak sudah diciptakan pra-kondisi, pertama pemerintah tidak pernah mau mengubah porsi penjualan gas antara kebutuhan luar negeri dengan dalam negeri. Yakni, pemerintah tetap mempertahankan porsi penjualan gas luar negeri tetap tinggi, dan dalam negeri ditetapkan rendah.

Menurut data Kementerian ESDM, porsi penjualan gas pemerintah dalam tahun 2012 adalah untuk dalam negeri sebanyak 40,7%, dan untuk ekspor sebanyak 59,3%. Akibat dari minimnya pasokan gas ini, pasokan LPG untuk pasar dalam negeri sangat minim.


Akibat kondisi ini, imbuhnya, PT Pertamina dipaksa melakukan pembelian LPG pada tahun 2011, dari pasar impor sebanyak 48%; 2012, dari pasar impor  sebanyak 51%; tahun 2013, diperkirakan sebanyak 57% dari impor; pada tahun 2014 diperkirakan sebanyak 58% dari impor. Sehingga Pertamina harus membeli LPG lebih mahal karena, minim pasokan dalam negeri.

Bila dibandingkan harga LPG impor dengan domestik, bisa dilihat bahwa biaya Pengadaan LPG dari Import dan dalam negeri (KKKS) jauh lebih mahal. Untuk tahun 2011 pengadaan impor LPG lebih mahal sebesar US$ 48 per metrik ton. Sedangkan harga pengadaan LPG untuk imporisebesar US$ 922 per metrik ton, dan pengadaan dalam negeri sebesar US$ 874 per metrik ton.

Selain itu, untuk tahun 2012 pengadaan impor LPG lebih mahal sebesar US$ 116 per metrik ton. Harga pengadaan LPG untuk impor  sebesar US$ 1.019 per metrik ton. Sedangkan harga pengadaan dalam negeri sebesar US$ 903 per metrik ton.

Menurut Uchok kenaikan harga  elpiji 12 Kg juga disebabkan oleh jusfikasi pembenaran atau rekomendasi BPK yang tertuang dalam hasil audit BPK semester 1 tahun 2013 terhadap PT Pertamina untuk sektor gas. Dalam rekomendasi BPK disebutkan bahwa PT Pertamina dalam kurun waktu 2011 - 2012 mengalami kerugian sebesar Rp 7,73 triliun.

Untuk itu, Pertamina diminta untuk menaikkan harga LPG tabung 12 Kg dalam rangka mengurangi kerugian keuangaan mereka. Kalau tidak, pendistribusian LPG dalam waktu panjang akan terganggu, dan kemampuan finansial Pertamina dalam jangka panjang akan menurun. Dengan demikian, hasil audit BPK dinilai tidak objektif, ada kesan kepentingaan titipan agar ada alasan pembenaran untuk menaikan harga LPG.

"Kalau melakukan audit, jangan melihat keuangaan Pertamina dari sudut pandang perbandingan harga produksi LPG dengan harga jual ke publik dong. Ini pasti hasil Pertamina merugi. Lihat dan lakukan verifikasi terhadap dugaan mark up penjualan maupun pembelian gas Pertamina," tuturnya Minggu (5/1), seperti dikutip dari Tribunnews.com. (Andri Malau)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan