JAKARTA. Tensi politik di Parlemen diperkirakan akan kembali memanas dalam perebutan kursi pimpinan komisi dan Alat Kelengkapan Dewan (AKD). Beberapa komisi yang dianggap strategis bakal menjadi rebutan oleh dua kubu di parlemen, yakni Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH), seperti Komisi XI DPR atau Komisi Keuangan, Badan Anggaran (Banggar) DPR, dan Badan Legislasi (Baleg) DPR. Pasalnya alat kelengkapan DPR tersebut mengelola keuangan negara dalam jumlah besar. Untuk itu, kalangan Ketua Umum Partai Politik (Parpol) diminta lebih berhati-hati dalam menempatkan kadernya di komisi dan alat DPR tersebut. "Berdasarkan pengalaman DPR masa lalu, komisi malahan jadi sumber penghasilan anggota dewan, sehingga tak heran jika banyak yang tertangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," ujar Peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khaddafi dalam siaran pers, Rabu (22/10).
Anggota DPR periode 2009-2014 telah menorehkan catatan buruk karena beberapa anggotanya masuk penjara terkait korupsi. Salah satu nama yang paling mendapat sorotan adalah Muhammad Nazaruddin dari Fraksi Partai Demokrat, yang pernah duduk di Komisi IX dan Komisi III. Lalu ada nama Zulkarnaen Djabar dari Fraksi Golkar, anggota Komisi VIII yang tertangkap dalam kasus korupsi pengadaan Al-quran. Chairunnisa, juga dari Golkar, terlibat kasus suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Fitra mendapatkan informasi bahwa saat ini ada persaingan dua kader politisi partai kakap untuk memperebutkan Komisi XI DPR. Komisi ini menangani bidang keuangan, perencanaan pembangunan nasional, perbankan, dan lembaga keuangan bukan bank. Sayangnya, ada salah satu calon petinggi di komisi ini yang sempat terseret dengan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di Bank Intan. Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat melakukan peninjauan kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) terkait kasus Bank Intan. Sri Mulyani kala itu menilai kasus hukum yang tengah diajukan untuk ditinjau kembali adalah kasus mengenai ingkar janji pemegang saham Bank Intan terhadap BI. Sementara itu, mengenai data yang digunakan dalam laporan BLBI kepada DPR dinyatakan angka itu sesuai dengan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan. Sejumlah pihak menilai persoalan BLBI Bank Intan dengan pemerintah sudah selesai dengan adanya keputusan MA pada 9 Oktober 2005. Pada 1996 sejumlah pengusaha sempat mengambilalih Bank Intan dengan persyaratan selama 15 tahun yaitu sampai 2011, namun pemerintah menutup bank itu 2 tahun kemudian. Menurut Uchok, setiap komisi memang punya kemungkinan korupsi karena mitra kerjanya mengelola anggaran besar. "Ada komisi yang basah dan banyak anggaran seperti Badan Anggaran, dan ada komisi yang basah tapi tidak banyak anggarannya, yaitu yang belanja kementeriannya sedikit tapi penghasilannya besar, seperti komisi XI yang bermitra dengan Kementerian Keuangan termasuk aset dan pajak," sebutnya.
Wakil Ketua DPR, Fadli Zon dalam rapat Paripurna Selasa (21/10) kemarin sempat menunda penetapan jumlah anggota di tiap komisi itu. "Karena hampir semua fraksi berpandangan sama, apakah bisa kita setujui untuk menunda penetapan anggota di komisi sampai (sidang) paripurna berikutnya?" tanya Fadli Zon yang memimpin sidang pada bagian ini. Jawaban "setuju" pun langsung berkumandang dari para peserta sidang. Adapun soal jumlah komisi di DPR, tak hanya jumlahnya yang tak berubah, tetapi juga pembagian pembidangannya. "Jumlah 11 komisi tidak mengalami perubahan. Mengenai mitra kerjanya nanti ditetapkan setelah ada pembentukan atau pengumuman kabinet kementerian," kata Fadli. Masing-masing komisi akan diisi antara 45 orang hingga 55 anggota. Penentuan anggota dilakukan secara proporsional dan menjadi wewenang setiap fraksi di DPR. Fadli menambahkan, jumlah alat kelengkapan dewan lainnya juga telah ditetapkan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto