JAKARTA. Jelang tutup tahun, Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) menggelar rapat untuk mengevaluasi kondisi stabilitas sistem keuangan dalam tiga bulan terakhir. Hasilnya, secara umum kondisi ekonomi Indonesia cukup baik. Meski begitu, FKSSK tetap mewaspadai adanya ancaman ketidakpastian yang datang dari global. Ketua FKSSK Agus Martowardojo mengungkapkan rapat FKSSKĀ di akhir tahun ini membahas tentang kondisi sistem keuangan dalam tiga bulan terakhir tahun ini. Dalam kesempatan ini, FKSSK juga melaporkan hasil simulasi (fire drill) tentang manajemen protokol krisis (CMP) yang ada di masing-masing institusi yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hasil evaluasi menyebutkan CMP yang berjalan saat ini masih terlalu fokus pada masing-masing institusi. Artinya, "Keterkaitan antara satu sama lain belum prima. Nah, itu adalah area yang akan diperbaiki," jelas Agus Jumat (28/12). Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution menambahkan, dalam evaluasi kondisi ekonomi tiga bulan terakhir ini FKSSK menyoroti tentang risiko-risiko di tahun 2012 yang datang dari krisis Eropa dan isu jurang fiskal di Amerika Serikat. Dalam forum ini, FKSSK juga membahas tentang risiko internal seperti neraca pembayaran yang defisit, perkembangan kurs nilai tukar dan risiko dari sisi fiskal. Darmin menjelaskan, secara umum Indonesia masih bisa mengendalikan risiko tersebut dengan cukup baik. "Memang sumber-sumber risiko (krisis) itu ada, tapi kesimpulannya kita masih tetap bisa mengendalikan berbagai risiko yang ada," katanya. Defisit neraca berjalan Pada kuartal IV 2012 FKSSK memperkirakan neraca transaksi berjalan masih bakal defisit sekitar 2,3% dari PDB. Defisit ini lebih tinggi dari yang diperkirakan sebelumnya yang sebesar 2,2% dari PDB. Dari sisi fiskal, APBN secara umum masih aman, meski ada pembengkakan volume konsumsi BBM bersubsidi yang berpotensi menaikkan beban subsidi energi. Koordinator Sekretariat FKSSK Bambang Brodjonegoro juga bilang meski hasil evaluasi kondisi ekonomi Indonesia masih dalam zona hijau, namun perlu ada beberapa hal yang perlu diperbaiki. Menurutnya, berdasarkan hasil simulasi, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dalam manajemen protokol krisis. Salah satu yang penting adalah mengenai pentingnya landasan hukum dalam mengantisipasi krisis. Dengan kata lain, Rancangan Undang-Undang (RUU) Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) harus segera dibahas sebagai payung hukum jika terjadi krisis. Tak hanya itu, "Beberapa bagian dari protokol kita harus disempurnakan agar bisa menangkap dinamika dari perekonomian itu sendiri," ungkap Bambang. Menurutnya, beberapa indikator dari manajemen protokol krisis memang sudah benar. Hanya saja, perlu ada penajaman indikator tidak hanya melihat agregat, tapi juga perlu melihat data yang lebih mikro atau lebih individual. Bambang beralasan, bisa saja secara agregat data bagus, tapi ada beberapa indikator mikro dari masing-masing individu yang perlu diwaspadai.
FKSSK mengingatkan ketidakpastian global
JAKARTA. Jelang tutup tahun, Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) menggelar rapat untuk mengevaluasi kondisi stabilitas sistem keuangan dalam tiga bulan terakhir. Hasilnya, secara umum kondisi ekonomi Indonesia cukup baik. Meski begitu, FKSSK tetap mewaspadai adanya ancaman ketidakpastian yang datang dari global. Ketua FKSSK Agus Martowardojo mengungkapkan rapat FKSSKĀ di akhir tahun ini membahas tentang kondisi sistem keuangan dalam tiga bulan terakhir tahun ini. Dalam kesempatan ini, FKSSK juga melaporkan hasil simulasi (fire drill) tentang manajemen protokol krisis (CMP) yang ada di masing-masing institusi yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hasil evaluasi menyebutkan CMP yang berjalan saat ini masih terlalu fokus pada masing-masing institusi. Artinya, "Keterkaitan antara satu sama lain belum prima. Nah, itu adalah area yang akan diperbaiki," jelas Agus Jumat (28/12). Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution menambahkan, dalam evaluasi kondisi ekonomi tiga bulan terakhir ini FKSSK menyoroti tentang risiko-risiko di tahun 2012 yang datang dari krisis Eropa dan isu jurang fiskal di Amerika Serikat. Dalam forum ini, FKSSK juga membahas tentang risiko internal seperti neraca pembayaran yang defisit, perkembangan kurs nilai tukar dan risiko dari sisi fiskal. Darmin menjelaskan, secara umum Indonesia masih bisa mengendalikan risiko tersebut dengan cukup baik. "Memang sumber-sumber risiko (krisis) itu ada, tapi kesimpulannya kita masih tetap bisa mengendalikan berbagai risiko yang ada," katanya. Defisit neraca berjalan Pada kuartal IV 2012 FKSSK memperkirakan neraca transaksi berjalan masih bakal defisit sekitar 2,3% dari PDB. Defisit ini lebih tinggi dari yang diperkirakan sebelumnya yang sebesar 2,2% dari PDB. Dari sisi fiskal, APBN secara umum masih aman, meski ada pembengkakan volume konsumsi BBM bersubsidi yang berpotensi menaikkan beban subsidi energi. Koordinator Sekretariat FKSSK Bambang Brodjonegoro juga bilang meski hasil evaluasi kondisi ekonomi Indonesia masih dalam zona hijau, namun perlu ada beberapa hal yang perlu diperbaiki. Menurutnya, berdasarkan hasil simulasi, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dalam manajemen protokol krisis. Salah satu yang penting adalah mengenai pentingnya landasan hukum dalam mengantisipasi krisis. Dengan kata lain, Rancangan Undang-Undang (RUU) Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) harus segera dibahas sebagai payung hukum jika terjadi krisis. Tak hanya itu, "Beberapa bagian dari protokol kita harus disempurnakan agar bisa menangkap dinamika dari perekonomian itu sendiri," ungkap Bambang. Menurutnya, beberapa indikator dari manajemen protokol krisis memang sudah benar. Hanya saja, perlu ada penajaman indikator tidak hanya melihat agregat, tapi juga perlu melihat data yang lebih mikro atau lebih individual. Bambang beralasan, bisa saja secara agregat data bagus, tapi ada beberapa indikator mikro dari masing-masing individu yang perlu diwaspadai.