Flu Babi Beri Berkah untuk Penjual Masker



JAKARTA. Semenjak kasus flu burung merebak, banyak orang ketakutan dan merasa perlu menggunakan masker. Yaitu untuk menyaring udara yang masuk ke paru-parunya. Pasalnya virus flu dapat menular melalui media udara. Jumlah pengguna masker pun makin bertambah tatkala endemi flu babi datang. Tak heran jika pengecer masker-masker anti flu burung laris manis diborong pembeli. Walau begitu, belum ada penelitian mendalam akan seberapa efektif penggunaan masker tersebut. Hari Apriandi merupakan salah satu pedagang pengecer yang ketiban rezeki ini. "Banyak orang berharap masker ini bisa minimal menyaring virus flu babi. Masker yang saya jual didesain untuk meminimalisir virus flu burung yang lebih ganas," ujar Hari, pemilik Anugrah Hartindo Jaya. Hari sendiri menjual masker jenis 3M yang merupakan masker asal Amerika yang diproduksi di China. Masker tersebut Memang diproduksi untuk pasar Asia. Sementara untuk kontur wajah Eropa, Hari menjual masker 8210. Kedua jenis masker tersebut sudah mendapat rekomendasi pemakaian oleh badan kesehatan dunia WHO dan dipandang lebih aman daripada masker tisu biasa. Masker ini mengandung karbon N95 yang dapat menyaring partikel-partikel halus. Bentuknya pun seperti mangkok yang apabila dipasang ke muka akan membentuk kontur yang sesuai. Hari bilang, dua pekan lalu pihaknya menyetok masker 3M dan 8210 sebanyak 100.000 buah dan langsung ludes diborong. "Rata-rata dari Depkes, perusahaan-perusahaan serta untuk karyawan hotel bintang 4 keatas," ujar Hari. Padahal biasanya Hari hanya mampu menjual 20.000 buah per bulannya. Atau sekitar 1000 box per bulan. Hari sendiri menjual maskernya seharga Rp 250.000 per box dengan margin sekitar 20%. "Pihak pembuat maskernya di amerika juga kewalahan. Saya minta tambah 50.000 buah saja sampai sekarang belum datang barangnya," keluh Hari yang mulai berdagang masker sejak dua tahun lalu itu. Tak hanya Hari yang kebanjiran order. M. Taufik pemilik Komindocom juga kewalahan menghadapi pesanan masker 3M. Biasanya Taufik hanya menjual sekitar 1000 buah masker per bulan. Kini permintaannya melonjak jadi 5000 buah per bulan. Taufik sendiri menjual maskernya Rp 12.500 per buah. Maka ketika pesanan masker melonjak, Taufik bisa meraup omzet sekitar Rp 62,5 juta. "Stok kami sampai ludes. Saya pesan 8000 buah lagi sampai sekarang belum datang," keluh Taufik. Taufik bilang, beberapa pemesan antara lain kawasan medikal di kosgoro, Yamaha, juga pesanan dari beberapa pabrik di Cilegon. Sayangnya, produsen masker biasa di Indonesia mengaku tak mendapat limpahan rezeki ini. "Saat ini pesanan malah sepi, mungkin karena krisis," ujar Joko Suprianto, perajin masker katun dan busa di Balaraja, Tangerang. Joko mengaku setiap bulan hanya mampu menjual sekitar 1300 lusin masker katun. Harga jualnya sendiri hanya Rp 3000 per lusin. Sementara untuk masker busanya, Joko bisa menjual 1000 lusin per bulan dengan harga Rp 5500 per lusin. Maka dalam sebulan Joko hanya meraup omzet Rp 9,4 juta saja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: