Fokus di Eropa, Esprit menderita rugi



HONG KONG. Jika berbagai perusahaan fesyen Eropa sukses bertahan karena permintaan di Asia, Esprit Holdings Ltd, menderita rugi karena fokus pada pasar Benua Biru yang sedang terlilit utang itu. Peritel asal Hong Kong tersebut melaporkan rugi sekitar HK$ 465 juta (US$ 60 juta) sepanjang semester pertama, periode Juli-Desember tahun lalu. Padahal pada periode yang sama setahun sebelumnya, Esprit masih membukukan untung HK$ 555 juta. Sedangkan omzet penjualan (tunrover) perusahaan tercatat menurun 13,4% menjadi HK$ 13,55 miliar.Manajemen Esprit juga pesimistis menghadapi sisa enam bulan tahun fiskal yang akan selesai akhir Juni nanti. Perusahaan yang menjual baju dan aksesori ini sebelumnya keluar dari Amerika Serikat (AS) dan mengandalkan 80% penjualan pada pasar Eropa. Apalagi, perusahaan masih menanggung beban restrukturisasi yang belum tuntas dilakukan."Kami tidak mengantisipasi kenaikan berarti pada operasional di semester kedua ini," tulis pernyataan resmi Esprit. Perusahaan menegaskan, kondisi Eropa yang tidak pasti akan membuat pendapatan dan laba Esprit tidak mengalami kenaikan.Agar bertahan di bisnis Eropa, Esprit, Agustus lalu merekrut mantan eksekutif Zara, Jose Manuel Martinez Gutierrez, menduduki posisi chief executive officer (CEO). "Kami memperkirakan, masih membutuhkan waktu melihat kenaikan permintaan pelanggan yang diterjemahkan sebagai hasil operasional," kata Gutierrez.Bukan hanya bertahan dari pelemahan daya beli masyarakat Eropa, Esprit juga menghadapi persaingan ketat, seperti peritel asal Swedia Hennes & Mauritz AB (H&M), atau grup GAP. Esprit mengatakan, akan fokus pada pemangkasan beban dan jumlah cadangan, untuk menahan kerugian.Nasib Esprit berbeda dengan peritel Eropa yang justru sukses mencari untung di Asia. Inditex, pemilik merek Zara dari Spanyol, mengalami pertumbuhan laba 27% pada periode 9 bulan yang berakhir 31 Oktober lalu. Pertumbuhan ditopang tingginya permintaan di China dan Hong Kong.Peritel Eropa lain masih mencari pasar Asia. H&M pada pertengahan Februari lalu mengatakan, akan mulai membuka gerai di India. Namun, perusahaan masih menunggu izin liberalisasi investor asing dari pemerintah.


Editor: Sanny Cicilia