JAKARTA. Momentum menciptakan bunga kredit rendah tampaknya bakal berlalu. Ke depan, fokus Bank Indonesia (BI) lebih ke arah pengendalian inflasi untuk mengantisipasi dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Jadi, beberapa rencana kebijakan menggiring bunga kredit turun, untuk sementara, dikesampingkan dulu. Misalnya, benchmarking suku bunga dasar kredit (SBDK) perbankan. Gubernur BI Darmin Nasution mengatakan, BI harus mendahulukan langkah-langkah untuk menyerap likuiditas sehingga tidak memperbesar inflasi dalam jangka pendek. "Ada langkah-langkah baru muncul, diharapkan dulu yang ini. Benchmarking juga belum selesai dibuat," ujar Darmin, Kamis (8/3). Dalam beberapa pekan kedepan BI akan mengumumkan bauran kebijakan baru. Namun sayang, BI belum bersedia menjelaskan opsi-opsi yang akan diambil.
Kenaikan inflasi akan mendorong kenaikan bunga deposito. Untuk itu, BI akan berbicara dengan Lembaga Penjaminan simpanan (LPS) agar tidak menaikkan batas bunga penjaminan. Jika LPS rate naik, bank akan berlomba-lomba mengerek bunga simpanan mereka. Bunga kredit pun menjadi lebih mahal. Berdasarkan data Tinjauan Kebijakan Moneter BI, pada Januari rata-rata bunga deposito turun 21 basis poin (bps) menjadi 6,26% dibandingkan dengan Desember sebesar 6,35%. Adapun suku bunga kredit rata-rata turun 11 bps menjadi 12,67%.