Formappi: Fungsi legislasi DPR di masa sidang II 2020/2021 nihil



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) M. Djadijono menilai kinerja DPR dilihat dari sisi legislasi pada masa sidang II tahun sidang 2020-2021 masih nihil.

Masa sidang II 2020/2021, cukup singkat yaitu hanya 25 hari. Maka target pembahasan legislasi DPR yang disampaikan Ketua DPR pada Pidato Pembukaan masa sidang II terlihat sangat umum atau tidak terfokus yakni menyelesaikan pembahasan rancangan undang-undang (RUU) prioritas 2020.

"Target yang tak fokus itu pun terbukti tak membawa hasil apapun alias nihil meski alokasi waktu untuk membahas legislasi sudah ditetapkan 50% dari waktu yang tersedia. Tidak ada satupun RUU yang diselesaikan dari 34 termasuk juga penetapan RUU prioritas di 2021 pun juga gagal dilakukan," jelas Djadijono saat konferensi pers virtual Formappi pada Kamis (7/1).


Formappi juga menilai janji Ketua DPR untuk mengawal penyusunan aturan turunan UU tentang Cipta Kerja oleh komisi-komisi terkait juga tidak terbukti. Hal itu lantaran dalam kenyataannya, pengawalan penyusunan aturan turunan UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja hanya dilakukan oleh lima Komisi DPR, yaitu Komisi II, Komisi IV, Komisi VII, Komisi VIII dan Komisi X DPR.

Baca Juga: Mahfud MD sebut RUU Omnibus Law Keamanan Laut sudah di meja Presiden

"Komisi IX DPR yang membidangi ketenagakerjaan dan Komisi VI yang membidangi perkoperasian serta UMKM dan investasi, sama sekali tidak kelihatan batang hidungnya mengawal penyusunan aturan turunan UU Cipta kerja dengan kementerian dan lembaga negara yang jadi mitra kerjanya," imbuhnya.

Berdasar fakta tersebut, Formappi menyimpulkan, selama masa sidang II, DPR nihil prestasi legislasi. Sebagai catatan, DPR selama 2020 hanya berhasil menyelesaikan pembahasan 3 RUU Prolegnas Prioritas dan 10 RUU Kumulatif Terbuka untuk disahkan menjadi Undang-undang.

"Jadi antara capaian dan target masih sangat jauh, sehingga DPR perlu memperbaiki kinerja legislasinya," kata Djadijono.

Kemudian dalam menjalankan fungsi anggaran, berdasarkan data-data yang diperoleh Formappi disimpulkan bahwa kinerja DPR dalam membahas serap anggaran mitra kerjanya selama masa sidang II lebih buruk jika dibandingkan masa sidang sebelumnya.

Pada masa sidang I, terdapat 4 Komisi DPR yang mengevaluasi penyerapan anggaran tahun anggaran 2020 dengan 19 kementerian dan lembaga non kementerian (K/L). Namun pada masa sidang II, Djadijono menerangkan, evaluasi hanya dilakukan oleh 3 Komisi DPR dengan 11 K/L.

"Rekomendasi yang diberikan kepada K/L pun datar-datar saja tidak ada yang menggigit. Padahal oleh Ketua DPR atau putusan Bamus, DPR akan melakukan pembahasan serap anggaran di tutup tahun. Mestinya kesempatan baik untuk mencermati penyerapan anggaran K/L mitra kerjanya," kata Djadijono.

Pelaksanaan fungsi anggaran juga tidak sesuai dengan rencana kerja sebagaimana diputuskan Rapat Kosultasi Pengganti Rapat Badan Musyawarah (Bamus) tanggal 5 Oktober 2020, padahal masa sidang II 2020-2021 merupakan masa sidang tutup tahun anggaran. Djadijono menambahkan, kenyataan itu juga menunjukkan bahwa DPR tidak peduli terhadap pengelolaan keuangan negara.

Peneliti Formappi Lucius Karus menambahkan, DPR memiliki tiga fungsi utama namun saat bersamaan di tahun 2020 dapat dilihat ada dominasi pemerintah dalam semua fungsi yang harusnya jadi tugas DPR. Misalnya pada fungsi legislasi pada pengesahan RUU Cipta Kerja, tak lepas dari gerak cepat pemerintah dalam menyiapkan draf RUU, memastikan substansi dan lainnya.

"DPR jadi pengikut saja apa yang jadi keinginan pemerintah. Di fungsi pengawasan juga gitu, kita enggak melihat inisiatif DPR dalam memastikan kinerja pemerintah dalam menangani pandemi. Padahal banyak catatan kritis dari publik soal penanganan pandemi," jelasnya.

"Di tahun 2021 ini kinerja legislasi tidak akan banyak beda dari 2020. Bagaimana bisa masa sidang III Senin mendatang kembali membahas rencana prioritas 2021. Kalau bisa diselesaikan sehari ya syukur, tapi kalau alot, mungkin saja habiskan satu masa sidang lagi," kata Lucius.

Hal yang membuat DPR alot dalam pengesahan daftar prolegnas 2021 karena DPR dinilai masih kekeuh mempertahankan RUU kontroversial masuk dalam prolegnas prioritas. Lucius memberi contoh, misalnya RUU Haluan Ideologi Pancasila, RUU Ketahanan Keluarga dan RUU Larangan Minuman Berakhohol.

Selanjutnya: Punya potensi besar, Rabu Hijrah dorong RUU Ekonomi Syariah segera masuk Prolegnas

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat