Formappi Minta DPR dan Pemerintah Selesaikan RUU yang Masih Antre di Prolegnas



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mengusulkan tiga rancangan undang-undang (RUU) baru masuk dalam daftar program legislasi nasional (prolegnas) prioritas tahun 2023 lewat evaluasi prolegnas prioritas 2023.

Adapun dari Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengusulkan satu RUU masuk dalam Prolegnas RUU Prioritas tahun 2023. Tiga RUU usulan pemerintah ialah RUU Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, RUU Penilai, RUU Pengelolaan Ruang Udara Nasional. Sedangkan satu usulan Baleg ialah RUU Museum.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, RUU yang masuk di tengah jalan seharusnya merupakan rancangan aturan yang mendesak diperlukan.


"RUU yang sudah diprioritaskan sejak awal tahun, itu harus didahulukan. Kecuali kalau RUU baru memang ingin menjawab kegentingan situasi. Tetapi kita baik-baik saja kan, jadi berarti enggak ada yang terlampau genting dengan kehadiran RUU-RUU baru itu," kata Lucius kepada Kontan.co.id, Rabu (23/8).

Oleh karena itu, menurutnya, RUU yang sudah menjadi prioritas sejak awal harus yang didahulukan dalam pembahasan. Pasalnya dari 39 RUU yang masuk Prolegnas RUU Prioritas tahun ini, baru 2 RUU yang sudah disahkan.

"DPR masih punya beban 37 RUU dari 39 yang ditargetkan sejak awal tahun. Lebih dari setengah tahun baru 2 RUU yang berhasil disahkan DPR dari daftar RUU Prioritas 2023. Dengan capaian buruk itu, enggak masuk akal rasanya menambah 4 RUU baru. Jangan sampai publik disuguhkan rencana saja, karena yang diperlukan itu hasilnya," kritiknya.

Baca Juga: Masuk Usulan Prolegnas 2023, RUU RPJPN 2025-2045 Muat Strategi Capai Indonesia Emas

Lucius menjelaskan, masih ada RUU lain yang perlu segera dirampungkan ketimbang menambah kembali deretan RUU prioritas tahun ini. Misalnya saja seperti RUU Perlindungan  Pekerja Rumah Tangga (PPRT),  RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan lainnya yang mendesak untuk diselesaikan.

Menurutnya, meski ada usulan sembilan RUU prioritas yang dicoret, pekerjaan rumah RUU prioritas di prolegnas tahun 2023 tetap masih banyak. Dari hitungannya, masih ada 34 RUU yang bakal mengantre diselesaikan pembahasannya di DPR.

"Tetap saja masih banyak sih itu. Berarti kan 39 dikurangi 9, kemudian ditambah 4 masih jadi 34 RUU kan? Yang dicoret itu mungkin memang belum kesentuh, jadi ya ngga ngaruh. Yg ngaruh itu nambah baru padahal yang lama masih numpuk," jelasnya.

Meski demikian, ia sependapat jika RUU RPJPN memang diperlukan. Hanya saja waktu mengusulkan RUU tersebut seharusnya tak terjadi di tengah masa persidangan tahun ini. Menurutnya jika dilihat urgensi RUU RPJPN maka sebaiknya diusulkan diawal tahun sebagai prioritas di prolegnas.

"Kalau untuk kepentingan bangsa, kenapa enggak sejak awal tahun dibicarakan? Kesannya kok baru sadar sekarang, apa karena bayangan presiden baru nanti orang yang mungkin akan menelikung program pemerintah sekarang?," tuturnya.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menegaskan, pemerintah berkomitmen dalam penyelesaian dari RUU RPJPN 2025-2045. Ia mengatakan, apabila pembahasan tidak rampung di tahun 2023 maka dapat dilakukan carry over di tahun selanjutnya.

Yasonna menjelaskan, RPJPN diperlukan lantaran saat ini sudah tidak ada lagi garis-garis besar haluan negara (GBHN). Maka diperlukan satu rumusan pembangunan jangka panjang nasional untuk 20 tahun mendatang.

"Bagaimanapun arah bangsa ini harus ada satu visi yang dengan percepatan ekonomi global atau ketidakpastian dan lain-lain, kita perlu punya arah dan visi dan arah ke depannya yang lebih baik. Paling tidak kita buat satu road map ke depan," jelasnya dalam Evaluasi Prolegnas RUU Prioritas 2023 bersama Baleg DPR, Selasa (22/8).

Adapun untuk RUU Penilai, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Rionald Silaban mengatakan, selama ini profesi penilai atau appraisal baru diatur dalam tingkatan peraturan menteri keuangan.

Padahal, kata Rionald, dengan transaksi ekonomi yang semakin besar, serta keterlibatan penilai di dalam banyak hal. Selain  itu, penilai juga bagian dari organ penunjang Pemerintah. Dimana banyak transaksi yang menggunakan penilai.

Kemudian profesi penilai juga termasuk dalam pelayanan publik. Hal tersebut terlihat bahwa jasa dari seorang penilai digunakan  sebagai referensi oleh masyarakat. Maka diperlukan landasan hukum bagi profesi penilai selayaknya profesi lainnya.

"Kita dalam RUU ini ingin mewujudkan tata kelola yang baik, sehingga profesi penilai dapat memberikan pelayanannya kepada masyarakat," kata Rionald.

Direktur Jenderal Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Bambang Trisnohadi mengatakan, hingga saat ini Indonesia belum memiliki payung hukum mengenai pengelolaan ruang udaranya. Payung hukum meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian dan pengawasan pengelolaan ruang udara.

Berbagai pelanggaran yang terjadi dalam wilayah udara Indonesia hanya dimaknai sebagai pelanggaran administratif.

"Sehingga ini mengkhawatirkan kedaulatan wilayah udara kita," kata Bambang.

Dengan adanya pengaturan pengelolaan ruang udara diharapkan mampu mengakomodir semua kepentingan sektoral dan kewilayahan secara komprehensif, adil terintegrasi. Nantinya akan menjamin penggunaan ruang udara secara optimal oleh stakeholder, dan menghindari terjadi benturan kepentingan di antara pengguna ruang udara.

Baca Juga: Sejak 2019 DPR Telah Selesaikan 64 UU, Puan: Ada 13 RUU Masih Terus Dibahas

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat